logo Kompas.id
NusantaraRibuan Ton Ikan Terancam...
Iklan

Ribuan Ton Ikan Terancam Membusuk

Oleh
· 3 menit baca

AMBON, KOMPAS — Perusahaan yang sedang menjalani sanksi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, PT Pusaka Benjina Resources, berencana menutup tempat pengawetan ikan yang masih menampung sekitar 5.000 ton ikan. Ikan tidak disita, tetapi tidak juga diizinkan untuk dijual sehingga membebani biaya operasional perusahaan. Ikan-ikan itu pun terancam membusuk.Direktur PT Pusaka Benjina Resources (PBR) Ahmad Jauzi, yang dihubungi dari Ambon, Senin (6/2), mengatakan, saat ini 800 ton-1.000 ton ikan sudah membusuk akibat kerusakan gudang pendingin (cold storage). "Ikan yang membusuk akan terus bertambah. Ikan-ikan itu ditampung sejak Desember 2014 setelah pemerintah memberlakukan kebijakan moratorium," katanya.PT PBR adalah perusahaan perikanan yang terkena dampak moratorium penangkapan ikan yang dilakukan kapal eks asing dan nelayan asing. Moratorium diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada November 2014.Izin usaha perusahaan yang diresmikan pada 2007 itu pun lalu dicabut KKP pada 2015 setelah terungkap kasus perbudakan nelayan asing. Kemudian terungkap pula PT PBR menunggak pajak bumi dan bangunan serta tidak mengolah hasil tangkapan.Jauzi mengatakan, perusahaan yang berlokasi di Pulau Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, itu tidak mampu lagi mengawetkan ikan. Penyebabnya biaya operasional yang tinggi, sekitar Rp 300 juta untuk 20 hari.Di sisi lain, tidak ada kejelasan kapan ikan bisa dijual. Sejak moratorium dan penjatuhan sanksi, perusahaan berhenti beroperasi.Jauzi mengatakan, pihaknya sudah berulang kali berkomunikasi dengan KKP, tetapi hingga kini belum ada solusi terkait ikan. Bahkan, pada 20 September 2016, perusahaan bersama KKP melalui Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tual membuat rekening bersama untuk menampung hasil penjualan ikan itu. Namun, pada 22 September, ada perintah dari KKP agar proses itu dihentikan.DibuangPihak perusahaan berencana membuang 5.000 ton ikan itu ke laut karena tidak sanggup lagi menanggung beban operasional. Nilai ikan itu pada Desember 2014 sekitar Rp 90 miliar, tetapi kini sudah menyusut hingga tersisa hanya sekitar 30 persen.Rencana pembuangan sudah dilaporkan ke pemerintah daerah, kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KKP, hingga Presiden Joko Widodo. "Kami juga pikirkan perlunya upaya hukum," ujar Jauzi.Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tual Asep Supriadi belum bisa dihubungi. Nomor telepon yang biasa digunakan tidak aktif. Asep adalah perwakilan KKP yang berkompeten dalam persoalan perikanan di Maluku.Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon, yang juga mantan Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun berharap, membuang ikan ke laut tidak menjadi solusi. Hal itu akan merusak ekosistem perairan setempat. Selain itu akan membahayakan jika ikan terbawa arus dan terdampar di daratan. Alex berharap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengambil keputusan bijak. Lingkungan jangan dikorbankan. (FRN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000