Pasar Alami Anomali
BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah mengamati dan menemukan anomali pasar yang membuat harga cabai rawit di banyak pasar terus melambung. Anomali itu menjadi faktor pemicu kenaikan harga cabai rawit selain faktor cuaca, seperti tingginya curah hujan, yang mengganggu pasokan cabai ke tangan konsumen.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono Kamino di Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (9/2).
Berdasarkan data dari Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian yang bersumber dari Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, Spudnik menegaskan, telah terjadi anomali kenaikan harga cabai.
Pada 1 Januari 2017, pasokan cabai rawit di Kramatjati merosot dari 7,2 ton menjadi 3 ton akibatnya harga cabai naik dari Rp 24.000 per kilogram menjadi Rp 27.000 per kg. Namun, pada tanggal 2 Januari, saat pasokan bertambah jadi 4,7 ton, harga cabai justru naik menjadi Rp 29.000 per kg.
Pada 3 Januari, saat pasokan sudah mencapai 5,6 ton, harga cabai malah melambung menjadi Rp 80.000 per kg. Pada 4 Januari, ketika ada 6,2 ton cabai membanjiri pasar, harga terus naik menjadi Rp 95.000 per kg.
Harga cabai rawit baru turun menjadi Rp 75.000 per kg pada 6 Januari setelah ada pasokan 7,3 ton cabai rawit. Selanjutnya, harga cabai berfluktuasi meski menunjukkan tren peningkatan.
"Bahkan, saat stok berlimpah hingga 25 ton pada 19 Januari, harga tetap tinggi di level Rp 90.000 per kg. Ini ada anomali harga pasar," ujar Spudnik.
Spudnik menilai, saat ini sistem di pasar tidak terkontrol. Pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian akan merangkul para pengepul cabai agar tidak terlalu ekstrem dalam menaikkan harga. Kenaikan harga harus proporsional.
Kamis lalu, Spudnik datang ke Banyuwangi untuk memantau produksi cabai di tingkat petani. Ia masih menemukan lahan cabai di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, yang panen. Kecamatan itu merupakan pusat penghasil cabai rawit di Banyuwangi.
Ahmad Jamali, petani cabai di Desa Bangsring, Kecamatan Wongserojo, Banyuwangi, mengatakan, harga jual cabai di tingkat petani kini sekitar Rp 80.000 per kg. Harga cabai itu jauh lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya Rp 10.000-Rp 37.000 per kg.
Jamali mengatakan, penurunan produksi cabai memicu kenaikan harga. Tahun lalu, 1 hektar kebun cabai menghasilkan 1 ton per minggu, tetapi kini hanya menghasilkan 6 kuintal cabai per minggu.
Penentuan harga
Ketua Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia Kabupaten Malang Mohammad Yusuf menyarankan pemerintah untuk menentukan harga cabai dalam wujud harga pembelian pemerintah (HPP). Cara ini sudah dilakukan pada komoditas lain, seperti gabah.
Di sisi lain, ditemui di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Palangkaraya, Gundik Dohong, meminta pemerintah memotong jalur distribusi cabai dari petani sampai di pasar. "Pedagang di pasar juga terkadang bereuforia dengan kenaikan harga dengan ikut-ikutan menaikkan harga," kata Gundik.
Harga cabai di Pasar Kahayan, Palangkaraya, sempat mencapai Rp 200.000 per kg meski kini turun ke Rp 120.000 per kg.
"Ini memang permainan, kami selalu mengimbau semua pihak untuk tidak bermain-main dengan harga," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Tengah Jenta.
Sementara itu, seiring tingginya harga cabai, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah sejauh ini telah mendistribusikan 90.000 benih cabai ke masyarakat dan petani.