Berbagai festival kebudayaan digelar di beberapa kota di Indonesia demi merayakan hari ke-15 di tahun baru Tionghoa, Imlek.
Pentas dari berbagai kesenian itu, menurut Ketua Yayasan Tri Bhakti TITD Liong Hok Bio, Paul Chandra Wesi Aji, sekaligus juga ditampilkan untuk menunjukkan keragaman yang dimiliki Indonesia, termasuk di Kota Magelang, Jawa Tengah.
Perayaan Cap Go Meh kemarin berlangsung meriah, dengan turut melibatkan ratusan seniman dari 10 kelompok kesenian tradisional dari Kota dan Kabupaten Magelang. Bersama dengan para pemain barongsai dan liong, mereka menampilkan beragam pentas kesenian, seperti topeng ireng, soreng, reog, ondel-ondel, dan grasak.
“Kami juga ingin menunjukkan bahwa perayaan Cap Go Meh adalah perayaan untuk semuanya dan menjadi bagian dari dari keberagaman tersebut,” ujar Paul, Sabtu (11/2).
Supardi (47) dari Sanggar Seni Topeng Ireng Bocah Rimba dari Nambangan, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, mengatakan, selama enam tahun berturut-turut, Sanggar Seni Topeng Ireng Bocah Rimba selalu terlibat, ikut menari dalam perayaan Cap Go Meh.
“Kami senang bisa ikut memeriahkan Cap Go Meh,” ujarnya.
Sabtu kemarin ada 80 penari dari Sanggar Seni Topeng Ireng Anak Rimba yang ikut menari topeng ireng dalam perayaan Cap Go Meh.
Meriah di "Kota Wali"
Di Kota Cirebon, Jawa Barat, festival serupa antara lain diwarnai acara kirab membawa sejumlah replika dewa-dewa dan diselingi atraksi barongsai. Sekitar 15 tandu bertirai juga diarak melintasi Jalan Pasuketan, Jalan Pekiringan, Jalan Kanoman dan kembali lagi ke Wihara Dewi Welas Asih.
Tidak hanya itu, sanggar seni Sekar Pandan dari Keraton Kacirebonan turut memeriahkan kirab tersebut. Pengunjung yang berhijab juga ikut berswafoto dalam kirab dan di wihara yang dipenuhi lilin. Yan Siskarteja, pengurus Wihara Dewi Welas Asih, mengatakan, kirab Cap Go Meh kali ini sesuai dengan tema yang diusung, yakni keberagaman. Itu terlihat dari peserta kirab yang tidak hanya berasal dari umat Tionghoa.
“Ini bukti kalau Cap Go Meh milik masyarakat Cirebon. Apalagi, saat ini keberagaman bangsa Indonesia terancam. Saya berharap, perayaan Cap Go Meh di Kota Wali dapat menjadi contoh indahnya keberagaman di Tanah Air," kata Yan.
Hubungan Sriwijaya-Palembang
Hubungan erat telah terjalin lama antara sebagian wilayah Nusantara dan Tiongkok. Situasi itu antara lain memungkinkan orang-orang dari negeri Tiongkok datang ke Palembang. Mereka membaur dengan warga setempat menjadi komunitas bersama sebagai warga Palembang dan Sumatera Selatan. Asimilasi budaya itu muncul di antaranya dalam makanan pempek yang kini menjadi ikon Palembang dan Sumatera Selatan.
”Ini merupakan warisan luhur Sriwijaya yang patut dijaga oleh generasi Palembang ataupun Sumatera Selatan saat ini. Tidak hanya antaretnis Melayu Palembang dan keturunan Tionghoa, hubungan harmonis ini harus dijaga oleh semua etnis, suku, budaya, dan agama yang ada di Sumatera Selatan,” ujar Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.
Ketua PSMTI Sumatera Selatan Kurmin Halim mengatakan, warga keturunan Tionghoa merasakan semangat kebersamaan warisan Sriwijaya itu masih hidup hingga kini. Ini terlihat dari kehidupan yang damai di Pelembang. Tidak ada catatan konflik sosial yang dialami warga keturunan Tionghoa di Sumatera Selatan, kecuali imbas situasi politik nasional 1998.
”Semangat kebersamaan ini wajib terus dijaga, terutama harus ada komitmen kuat dari pemimpin daerah. Kalau terjadi konflik sosial, semua akan mengalami imbas negatif. Kita tidak bisa menjalani hidup dengan tenang. Kehidupan sosial dan ekonomi Palembang ataupun Sumatera Selatan pun pasti terganggu,” ucap Kurmin.
Kegiatan itu harus menyuguhkan atraksi ataupun pertunjukan yang menarik dan orisinal atau asli daerah bersangkutan. Nantinya, kegiatan tersebut bisa dipaketkan dengan kunjungan ke obyek wisata yang ada. ”Bila dimaksimalkan, Festival Imlek ini bisa menjadi aset baru untuk mengembangkan pariwisata Sumatera Selatan,” kata Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara, Kementerian Pariwisata I Gede Pitana. (DRI/EGI/IKI)