SIDOARJO, KOMPAS — Harga cabai rawit merah di wilayah Jawa Timur masih tetap tinggi, bahkan lebih mahal daripada harga daging sapi murni. Selain itu, pergerakan harganya juga sangat fluktuatif sehingga memberatkan pedagang dan konsumen. Pengelola restoran dan hotel di Surabaya mulai kewalahan dengan kian minimnya pasokan cabai rawit yang berkualitas. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berencana menggelar operasi pasar untuk menurunkan harga dan menjaga stabilitas harga cabai rawit merah.
Berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim, harga rata-rata cabai rawit di tingkat konsumen, Minggu (12/2/2017), mencapai Rp 150.316 per kilogram (kg). Harga cabai telah melebihi harga daging sapi murni senilai Rp 106.000 per kg.
Harga cabai rawit ini mengalami kenaikan sebesar Rp 10.649 per kg atau sekitar 7,62 persen dibandingkan hari sebelumnya yang berada di harga Rp 139.667 per kg. Di Pasar Larangan Sidoarjo, misalnya, harga cabai rawit mencapai Rp 131.700 per kg di pedagang grosir dan mencapai harga Rp 150.000 di pengecer.
Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengatakan, mahalnya harga cabai disebabkan stok di pedagang sangat terbatas karena berkurangnya pasokan dari petani. Cuaca ekstrem berupa hujan yang turun terus-menerus mengakibatkan produksi cabai petani merosot karena serangan hama dan penyakit.
“Untuk menurunkan harga cabai, Pemprov Jatim akan mengadakan operasi pasar, tetapi menunggu ada panen dalam waktu dekat. Pemprov sudah berupaya mendatangkan cabai dari luar daerah, tetapi stoknya juga tidak ada,” ujar Saifullah saat ditemui di Sidoarjo.
Saifullah menginformasikan, dari akhir Febuari hingga Mei akan ada panen cabai di daerah sentra, yakni Kabupaten Malang dan Kabupaten Kediri. Adapun hasil panen diprediksi mencapai 26.000 hingga 31.000 ton per bulan. Hasil panen ini diharapkan mampu mencukupi kebutuhan masyarakat.
Kenaikan harga cabai di tingkat konsumen berbanding lurus dengan kenaikan harga cabai di petani. Salah satu petani di Desa Kedungcangkring, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, Mahmudiono, mengatakan, harga cabai rawit di petani mencapai Rp 80.000 per kg. Cabai kualitas rendah seperti buah yang berwarna hitam laku dijual dengan harga Rp 40.000 per kg.
Tingginya harga cabai telah membangkitkan animo petani untuk menanam. Di Kecamatan Jabon, para petani memanfaatkan lahan menganggur seperti di bantaran Sungai Porong untuk menanam cabai. Risikonya, mereka harus berjaga saat tanaman mulai berbuah karena rawan dicuri orang. Selain rawan pencurian, petani juga harus mewaspadai serangan hama. Mereka harus rajin melakukan pengamatan pada siang dan malam hari untuk mencegah serangan meluas yang dapat mengakibatkan gagal panen.
“Begitu terlihat ada tanaman yang terserang penyakit harus langsung disemprot dengan pestisida. Pada musim hujan seperti ini risiko gagal panen mencapai 50-70 persen,” ucap Mahmud, yang memilih tidur di gubuk di tengah ladang.
Bersiasat
Tingginya harga cabai jelas memberatkan bagi pedagang dan konsumen. Suparti (45), pedagang eceran di Pasar Larangan, mengatakan, pedagang harus bersiasat agar tak merugi, di antaranya dengan mengemas cabai dengan ukuran 0,5 ons hingga 1 ons. “Dengan dikemasi tinggal dibagi harganya. Apabila kulakannya Rp 150.000 per kg berarti per kemasan 1 ons dijual Rp 15.000. Sekarang pedagang tidak bisa lagi melayani pembelian eceran Rp 5.000 atau Rp 7.000 karena kesulitan membaginya,” ujar Suparti.
Siasat pedagang cabai itu dikeluhkan konsumen karena pengeluaran untuk pembelian bumbu dapur meningkat tajam. Masyarakat harus mengurangi jatah belanja komoditas lainnya hanya untuk mendapatkan sebungkus cabai rawit. “Rencana beli cabai Rp 5.000 membengkak menjadi Rp 15.000. Jatah belanja barang lainnya harus dikorbankan,” kata Safuah (55), warga Sidoarjo.
Harga cabai rawit yang kian melambung juga membuat kalangan pengelola hotel dan restoran kelimpungan. Untuk mendapat kualitas cabai rawit sesuai kebutuhan konsumen hotel dan restoran sangat sulit. “Memang pasokan ada, tapi kualitasnya jauh dari keinginan, bukan hanya cabai yang menciut ukurannya, warnanya juga tidak lagi segar,” kata General Manager Hotel Santika Jemursai, Surabaya, Yayan Mulyana.
Sudah hampir sebulan terakhir Hotel Santika terpaksa berburu cabai rawit merah langsung ke pasar tradisional dan swalayan karena pemasok langganan tidak dapat memenuhi permintaan hotel. Kebutuhan cabai rawit merah di Santika rata-rata 4-5 kilogram per dua hari karena hotel menyediakan banyak menu tradisional, yang umumnya menggunakan cabai rawit.
“Kalau mau cabai kualitas bagus, artinya semua cabai rawit merah harganya mencapai Rp 180.000 per kilogram, cabai rawit merah dicambur hijau Rp 160.000 per kilogram, sedangkan kualitas paling rendah lebih banyak cabai rawit hijau dan tidak segar Rp 140.000 per kilogram,” kata Yayan.
Harga cabai rawit di pasar tradisional di Surabaya hingga Minggu ini masih berkisar Rp 110.000-Rp 120.000 per kilogram. Pedagang umumnya memilih mengurangi stok karena daya beli terhadap cabai rawit terus turun akibat harga masih mahal.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Jawa Timur, selama ini cabai rawit dari provinsi ini dipasok ke Jakarta dan Kalimantan. Luas tanaman cabai rawit setiap tahun mencapai 51.000 hektar. Produksi rata-rata 4 ton per hektar. Jadi, setiap tahun Jatim menghasilkan sekitar 200.000 ton cabai rawit atau sekitar 25 ton per bulan. (NIK/ETA)