Bedah Desa, "Blusukan" Ala Klungkung
Ni Nengah Mudari (45) bersama suaminya, I Nengah Tampet (49), berkali-kali mengucap, "Matur suksma... Matur suksma." Keduanya tidak menyangka Bupati Klungkung datang memberikan sejumlah baju baru, satu kardus bahan pokok, serta menjanjikan kesembuhan kusta suaminya serta perbaikan rumahnya.
Bantuan itu diberikan pada pertengahan Januari lalu. Inilah program bedah desa ala Kabupaten Klungkung.
Mudari dan Tampet merupakan pasangan suami-istri dengan satu anak perempuan yang duduk kelas IV sekolah dasar asal Desa Gunaksa. Mereka tinggal di rumah seluas 9 meter persegi. Itu pun terbagi dua ruangan, satu kamar berdinding batako seadanya berlantai plester semen yang sudah menghitam kotor dan ruangan lainnya sebagai teras. Atapnya genteng lusuh.
Ada dapur yang seadanya berdinding nyaman bambu yang nyaris rusak. Penerangan hanya tersedia tiga bola lampu masing-masingnya 10 watt. Jika hujan, tanah sekitar rumahnya pun becek.
Keluarga itu memiliki kartu penduduk. Namun, mereka tak punya hak mendapatkan bantuan program bedah rumah (renovasi rumah gratis dari pemerintah setempat). Sebab, mereka hanya penunggu atau penggarap tanah orang, yakni budidaya kelapa dan pisang.
"Rumah ini bisa berdiri atas izin pemilik tanah. Boleh membangun, tapi tak boleh memiliki. Kami tinggal di sini sudah bertahun-tahun," ujar Mudari dalam bahasa Bali.
Itu sebabnya, dia belum bisa memperbaiki rumahnya. Dua tahun lalu, ia mengumpulkan uang Rp 700.000 untuk membeli televisi tabung berukuran kecil agar anaknya bisa menonton kartun. Itu hasil jerih payah jual pisang hasil dari tanah garapan.
Maka, Kamis siang di pertengahan Januari lalu itu bagai hari bahagia saat dikunjungi bupatinya dan diberi baju, bahan pokok, dan lainnya. Bahkan, keesokannya, Jumat siang, bupati beserta istrinya membawakan kasur. Betapa senang suami istri tersebut.
Menuju ke rumah itu harus melewati jalan setapak berupa tanah dan masuk di hutan kelapa serta pisang. Minim penerangan. Jarak Desa Gunaksa sekitar 4,5 kilometer dari Kantor Bupati Klungkung. Sekitar 37 km jaraknya menuju Kota Denpasar, tetapi cukup terisolasi. Sinyal telekomunikasi pun sangat lemah, bahkan kadang tidak ada. Satu-satunya media komunikasi yang efektif di wilayah ini hanyalah radio HT.
Dua tahun
Begitulah salah satu gambaran program bedah desa. Blusukan ini berjalan sekitar dua tahun terakhir. Kabupaten Klungkung yang terdiri dari empat kecamatan itu memiliki 58 desa. Program itu sudah dilakukan pada 27 desa.
Pembedahan berlangsung satu hari penuh dari pagi hingga malam. Biasanya Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta memimpin langsung perjalanan itu. Ia ditemani istrinya, Ayu Suwirta, para kepala dinas, serta rombongan lainnya. Saat berada di desa, mereka selalu berjalan kaki dari rumah ke rumah warga menyusuri desa setempat.
Ini sebagai salah satu upaya untuk mengetahui dari dekat kondisi yang dialami masyarakat desa. Karena pengalaman selama ini, kata Suwirta, fakta di lapangan sering kali bertolak belakang dengan data yang dilaporkan kepadanya.
"Maka, dalam bedah desa, kami turun langsung ke lapangan. Tak peduli harus menyeberang sungai, naik gunung turun gunung, masuk keluar hutan. Apa yang didapat? Masih ada warga Klungkung yang rumahnya tak layak, sakit, yatim piatu, tak punya kasur, tak punya televisi. Miskin!" ujar Suwirta sedih.
Dia menyadari betul, jika dirinya tak melihat langsung kondisi di desa-desa, penderitaan, kemiskinan, dan keterbelakangan yang diderita masyarakat tidak menemukan jalan keluar. Kadang ia heran mengapa banyak masalah masih belum dilaporkan juga kepadanya.
Meski demikian, dia sama sekali tak mau mencari-cari kesalahan. Yang paling penting adalah bersama-sama mencarikan solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat di pedesaan. Salah satu di antaranya bantuan langsung seperti membelikan televisi, kursi roda, pakaian, dan kasur yang menggunakan dana operasional bupati.
Bagi Suwirta, solusi bisa dicari. Seperti persoalan penggarap tanah seperti Mudari dan Tampet, ia percaya ada hal yang bisa dilakukan agar rumahnya bisa diperbaiki.
Perbekel Desa Gunaksa Ketut Budiarta menjelaskan, warga desanya kebanyakan hanya petani penggarap. Mereka miskin dan tidak punya tanah. Rumah-rumah yang ditempati hanya berdiri di atas tanah pinjaman pemilik lahan. Pemilik selalu melarang tanahnya dimiliki penggarap.
Ia sebagai perbekel kesulitan membantu jika tanah bukan hak milik. Tidak ada peraturan yang membolehkan membantu renovasi rumah melalui program bedah rumah. Dengan program bedah desa, segala hambatan tersebut teratasi. Rumah milik para penggarap pun bisa mendapatkan bantuan perbaikan dari pemerintah daerah.
Secara geografis, Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten terkecil di antara sembilan kabupaten/kota di Bali. Perbatasan di sebelah utara Kabupaten Bangli, timur dengan Kabupaten Karangasem, sebelah baratnya Kabupaten Gianyar, dan sebelah selatan adalah Samudra India. Luasnya 315 km persegi. Kabupaten ini wilayahnya berbukit-bukit.
Klungkung terbagi daratan dan adanya tiga pulau, Nusa Penida, Ceningan, dan Nusa Lembongan. Warga Nusa Penida paling miskin terdata lebih dari 3.000 keluarga. Total keluarga miskin diperkirakan 6.000 keluarga. Total penduduk Klungkung tahun 2015 adalah 256.536 orang dari sekitar 70.000 kepala keluarga.
Pengamat sosial Universitas Udayana, Ras Amanda Gelgel, mengapresiasi program bedah desa tersebut. Blusukan ala Klungkung ini dinilai efektif membuka apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Ia setuju semua data yang tersaji belum tentu benar sepenuhnya. Karenanya, sepatutnya pemimpin bersedia blusukan dan melihat faktanya langsung.