BANGLI, KOMPAS – Bencana tanah longsor dan banjir yang menimpa masyarakat di kawasan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, tidak hanya menelan korban jiwa, namun juga mempengaruhi aktivitas masyarakat setempat. Karena itu, Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten Bangli akan mengupayakan langkah rehabilitasi pasca bencana.
Selasa (14/2), Gubernur Bali Made Mangku Pastika didampingi Wakil Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Artha dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali Dewa Made Indra meninjau lokasi bencana tanah longsor di Banjar Bantas, Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Bangli. Pastika juga menemui keluarga korban bencana tanah longsor untuk memberikan santunan korban bencana.
Pastika mengatakan, area bencana tanah longsor di Banjar Bantas rawan bencana. Karena itu, perlu dipertimbangkan pemindahan permukiman warga dari lokasi tersebut. “Lerengnya tidak lagi bisa dihuni karena tanahnya labil. Apalagi cuaca ekstrem masih berlangsung,” kata Pastika. “Masyarakat harus diyakinkan bahwa kawasan itu rawan bencana sehingga mereka ada keinginan merelokasi diri,” ujar Pastika.
Selain relokasi permukiman warga, pemerintah daerah membahas rencana pemulihan infrastruktur yang rusak menyusul terjadinya bencana tanah longsor dan banjir di kawasan Kintamani pada Jumat (10/2). Tidak kurang dari lima desa di kawasan kaldera Batur terkena bencana alam, yakni bencana tanah longsor di Desa Songan, Desa Sukawana, Desa Awan, dan Desa Subaya serta banjir di Desa Batur Selatan.
Akan tetapi, menurut Pastika, relokasi permukiman warga di lereng kaldera Batur harus dikaji dan dibahas bersama-sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pastika mengatakan, Pemkab Bangli bersama pemerintah desa di Kintamani perlu terlebih dahulu membahas upaya rehabilitasi, termasuk relokasi permukiman warga.
Setelah itu, ujar Pastika, Pemprov Bali akan membahas dengan pemerintah pusat, antara lain dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena lahan permukiman berada di kawasan hutan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat karena jalan di kawasan Batur merupakan jalan nasional.
Ditemui terpisah, warga Banjar Bantas, Desa Songan B, yang menjadi korban bencana tanah longsor, I Wayan Wirtana mengatakan, dirinya bersedia pindah dari lahan itu apabila pemerintah menyiapkan lahan di tempat baru yang tidak terlalu jauh dari lahan semula. “Di lereng itu tidak hanya terdapat rumah tinggal tetapi juga terdapat kebun yang menjadi sumber pencaharian kami,” kata Wirtana.
Secara terpisah, Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Unda Anyar, Bali, Hardanto, menyatakan, kemiringan lereng di beberapa kawasan Kintamani, termasuk di daerah lokasi bencana tanah longsor tergolong curam. Menurut Hardanto, penanganan lahan kritis semacam itu memerlukan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air serta rehabilitasi lahan.