Bus Air, Kapal Primadona yang Tersisih di Barito
KM Pancar Mas II dikenal sebagai bus air atau taksi air. Kapal kayu bermesin diesel 8 silinder itu merupakan angkutan penumpang dan barang yang melayani rute pergi pulang dari Banjarmasin ke Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Sudah lebih dari 40 tahun, kapal kayu tersebut menghubungkan wilayah Kalsel dan Kalteng melalui Sungai Barito.
”KM Pancar Mas II kini menjadi satu-satunya bus air yang tersisa. Bahkan, dalam 10 tahun terakhir, hanya kami yang beroperasi. Yang lain sudah berhenti karena kalah bersaing dengan angkutan darat,” kata Ahmad Riadi (35), ahli waris sekaligus pengelola KM Pancar Mas II yang turut dalam Ekspedisi Susur Sungai Barito yang diadakan Komunitas Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) Kota Banjarmasin. Hari itu, KM Pancar Mas II secara khusus disewa untuk membawa rombongan Komunitas Melingai yang berjumlah 65 orang.
Menurut Riadi, bus air yang dikelolanya saat ini merupakan usaha milik keluarga, warisan dari kakek istrinya. Sang kakek mengoperasikan bus air sejak 1970-an. Setelah meninggal, usaha diteruskan kepada anaknya, kemudian sekarang kepada cucunya. ”Dari awal beroperasi sampai sekarang, sudah tiga kali membuat kapal. Ini adalah kapal yang ketiga,” ujarnya.
Kapal ketiga KM Pancar Mas II yang beroperasi saat ini dibuat tahun 2002. Kapal tersebut memiliki ukuran panjang 29 meter, lebar 7,5 meter, dan tinggi 7 meter, serta mempunyai dua dek. Setiap dek dilengkapi dengan tempat tidur. ”Total ada 28 tempat tidur. Satu tempat tidur bisa untuk dua orang,” kata Ahmad Hafiz (39), anak buah kapal (ABK) yang sudah 15 tahun bekerja di KM Pancar Mas II.
Hafiz yang akrab disapa Edo mengatakan, kapasitas angkut kapal untuk penumpang sebanyak 110 orang dan barang mencapai 80 ton. Adapun, jumlah kru kapal sebanyak 12 orang. Dua di antaranya adalah juru mudi kapal.
Menurut Hafiz, bus atau taksi air adalah primadona bagi masyarakat pesisir sebelum ada akses jalan darat. ”Dulu, kalau mau ke Banjarmasin, orang-orang pasti naik bus air. Orang-orang dari hulu (Sungai Barito) turun atau milir ke Banjarmasin untuk belanja dan sekolah. Jadi, taksi kami selalu penuh,” katanya.
Sarlani (53), juru mudi KM Pancar Mas II, mengatakan, jumlah bus air dalam rentang tahun 1980 sampai 1995 mencapai 30 unit. Namun, setelah pemerintah giat membangun jalan dan jembatan, jumlah bus air terus berkurang. ”Sekarang, kapal khusus taksi (untuk membawa penumpang) hanya tinggal satu unit. Sementara kapal barang masih ada empat unit yang jalan,” ujarnya.
Riadi mengatakan, bus air yang lain akhirnya berhenti beroperasi karena jumlah penumpang berkurang. Pengelola merugi karena pendapatan tidak cukup untuk menutupi biaya operasional. ”Untuk bahan bakar minyak saja, rute pergi pulang Banjarmasin-Muara Teweh memerlukan 7 drum solar. Satu drum harganya Rp 1 juta lebih,” katanya.
KM Pancar Mas II kini beroperasi seminggu sekali. Dari Banjarmasin ke Muara Teweh berangkat setiap Senin, sedangkan dari Muara Teweh ke Banjarmasin berangkat setiap Rabu. Setiap penumpang dewasa dikenai tarif Rp 110.000 per orang. Sementara anak-anak tidak dikenai tarif.
Perjalanan mudik dari Banjarmasin ke Muara Teweh ditempuh dalam waktu sekitar 45 jam. Maka, bus air yang berangkat Senin siang baru tiba pada Rabu pagi. Sementara perjalanan milir atau menuju ke hilir dari Muara Teweh ke Banjarmasin memerlukan waktu 30 jam. ”Sekali jalan, masih bisa dapat 50 penumpang. Itu belum termasuk penumpang yang naik dan turun sebelum sampai tujuan akhir,” kata Riadi.
Dipertahankan
Karena tinggal satu-satunya bus air yang beroperasi, menurut Riadi, pengguna jasa angkutan KM Pancar Mas II terbilang lumayan. Walaupun jarang terisi penuh saat bertolak dari dermaga keberangkatan, setidaknya masih bisa terisi separuh pada hari-hari biasa. Kalau menjelang hari raya dan liburan sekolah, biasanya baru terisi penuh.
”Alhamdulillah, sampai saat ini, biaya operasional, perawatan kapal, dan gaji ABK masih tertutup. Bahkan, masih ada juga lebihnya untuk ditabung. Karena itulah, usaha jasa transportasi bus air ini tetap dipertahankan,” kata Riadi.
Sampai saat ini, ujar Riadi, dirinya masih yakin usaha bus air yang dijalankannya bisa bertahan hingga beberapa tahun ke depan. ”Kalau masih ada untung, meskipun sedikit, kami akan terus beroperasi. Ini juga untuk membantu masyarakat pesisir Sungai Barito yang akses jalan daratnya belum bagus,” ujarnya.
Riadi mengatakan, tidak hanya masyarakat pengguna bus air yang meminta bus air dipertahankan, aparatur pemerintah di daerah pesisir juga meminta bus air tetap harus beroperasi dan dipertahankan.
”Mereka berharap bus air bisa terus melayani masyarakat pesisir, terutama untuk membantu masyarakat yang kurang mampu,” katanya.
Muhammad Ary dari Komunitas Melingai Kota Banjarmasin mengatakan, keberadaan bus air harus dipertahankan agar tetap bisa melayani mobilisasi orang dan barang ke daerah pedalaman yang belum terjangkau transportasi darat.
”Pemerintah dapat memberi dukungan berupa subsidi atau bentuk lainnya,” ujarnya.
Selain itu, kata Ary, bus air juga sangat cocok untuk kegiatan pariwisata. Kapal ini semestinya diberdayakan pengusaha sektor pariwisata dengan membuat paket ekowisata yang terintegrasi dengan beberapa atraksi yang potensial di sepanjang daerah aliran Sungai Barito ataupun Sungai Nagara, antara lain konservasi bekantan dan peternakan kerbau rawa. (JUMARTO YULIANUS)