SURABAYA, KOMPAS – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menargetkan penanganan kerusakan jalan nasional di Jawa Timur selesai akhir bulan ini. Perbaikan harus cepat dilakukan, untuk menjawab semua keluhan dan kecaman masyarakat terutama mencegah kecelakaan yang membahayakan keselamatan jiwa pengendara.
Terkait dengan hal itu, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII Surabaya telah menandatangani kontrak perbaikan jalan nasional dengan PT Modern Makmur Mandiri (MMM) dan PT Trijaya Cipta Makmur (TCM), di Kota Surabaya. PT MMM diminta menangani kerusakan arteri barat, antara lain Jalan Kalianak, Jalan Legundi, Bunder, Gresik, dan Sidoarjo. Adapun PT TCM menggarap ruas Sadang-Gresik dan arteri tengah sampai timur.
“Pengerjaan proyek dimulai akhir pekan ini,” kata Kepala BBPJN VIII Surabaya I Ketut Darmawahana, Kamis (16/2).
Namun, untuk mengatasi kerusakan sepanjang 2.361 kilometer jalan nasional di Jatim, Ketut mengakui bukan pekerjaan mudah. Salah satunya, hingga Kamis perbaikan jalan nasional di Pulau Madura yang melintasi empat kabupaten yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, tidak dilakukan secara maksimal atau bahkan tidak terlihat. Masih banyak lubang yang belum ditambal. Ada yang sekadar diberi tanda cat putih tetapi banyak yang dibiarkan.
Di ruas Surabaya ke Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto, masih banyak ditemukan lubang-lubang seperti di Madura. Ada yang diberi tanda cat sebagai peringatan kepada pengendara, terutama pemakai sepeda motor, agar menghindari lubang-lubang itu. Masalahnya, pemberian tanda kerap tidak efektif karena tidak terlihat dengan cepat oleh pengendara. Padahal, berkali-kali lubang jalan mengakibatkan pesepeda motor terjatuh sehingga terluka.
Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf, menyatakan cukup lega karena telah ada perusahaan pemenang tender penanganan kerusakan jalan nasional. Artinya, pengerjaan proyek bisa dilaksanakan dengan segera. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR) menjamin seluruh jalan berlubang di Jatim akan selesai ditambal pada akhir Februari.
“Perbaikan memang harus dikebut, karena jalan berlubang membahayakan keselamatan pengendara,” kata Saifullah.
Pemprov Jatim masih terus menerima keluhan masyarakat, perihal buruknya penanganan kerusakan jalan nasional oleh KPUPR. Di satu sisi, masyarakat tidak mau tahu bahwa dalam penanganan jalan rusak ada yang berwenang, jalan nasional menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, jalan provinsi jelas ditangani pemprov, dan jalan daerah diatasi oleh pemerintah kabupaten dan pemerintah kota.
Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, yang dihubungi dari Surabaya, mengingatkan, pemerintah tidak boleh abai terhadap keluhan masyarakat perihal jalan rusak. Pemerintah berkewajiban segera menangani kerusakan, sebagai jawaban terhadap keluhan masyarakat. Secara logika, pemerintah tidak ingin masyarakat terlambat memenuhi kewajiban dengan membayar pajak. Sudah sepatutnya pemerintah tidak terlambat menjalankan salah satu kewajiban yakni mengatasi masalah prasarana dimana sumber pembiayaan antara lain dari pajak masyarakat.
“Pemerintah bisa digugat secara pidana, jika mengabaikan penanganan kerusakan jalan,” ujar Djoko, peneliti pada Laboratorium Transportasi dan pengajar teknik sipil Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, itu.
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan, penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Jika perbaikan belum terlaksana, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan rusak guna mencegah kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan dan penyelenggara negara abai, maka masyarakat bisa melayangkan tuntutan pidana.
Pasal 273 menyebutkan, jika menimbulkan kecelakaan, penyelenggara negara bisa dituntut hukuman penjara atau denda maksimal. “Jangan main-main dengan penanganan jalan rusak,” kata Djoko.