SEMARANG, KOMPAS — Kementerian Perhubungan bertekad mengoptimalkan fungsi jembatan timbang. Ke depan, jembatan timbang bukan lagi sumber pemasukan daerah, melainkan sepenuhnya menjadi tempat mengontrol tonase angkutan barang. Pengoperasian jembatan timbang bakal ditopang subsidi pemerintah pusat.
Hal itu ditegaskan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Rabu (22/2), di sela-sela pembukaan diskusi kelompok terarah “Industri Pilihan dalam Kerangka Strategi Industrialisasi Indonesia 2045” di Kota Semarang, Jawa Tengah. Diskusi diselenggarakan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) dan Universitas Diponegoro Semarang.
Budi mengatakan bakal mengeluarkan kebijakan tentang pengaktifan kembali jembatan timbang di pantai utara Jawa pada Maret 2017. “Paradigma mendapat uang dari jembatan timbang dilupakan. Jika kendaraan tak sesuai dengan ketentuan, harus kembali,” katanya.
Kebijakan pembatasan kendaraan di jalur pantura diambil karena saat ini tonase angkutan barang di ruas tersebut tidak terkendali. Budi mencontohkan, kendaraan dengan kapasitas 10 ton mengangkut hingga 20 ton. Akibatnya, jalan menjadi rusak sehingga perbaikan menelan biaya besar.
Guna menghindari pungutan liar oleh oknum petugas, pemerintah pusat akan menyubsidi operasional jembatan timbang. “Jadi nanti tidak ada denda. Tidak ada satu daerah dapat berapa, daerah lain berapa. Kami hanya akan membatasi (tonase) sesuai kapasitas kendaraan,” katanya.
Budi berharap, setelah kebijakan tersebut diterapkan, sejumlah jembatan timbang di pantura Jawa dapat berfungsi optimal. Dia mencontohkan Provinsi Jawa Timur telah berhasil mengoperasikan jembatan timbang dengan baik.
Dialihkan ke kapal
Pengaktifan dan pengefektifan jembatan timbang akan diikuti pengoperasian kapal roll-on-roll-off (roro) rute jarak jauh, seperti dari Pelabuhan Panjang, Lampung, hingga Pelabuhan Lembar, Lombok, Nusa Tenggara Barat, selambatnya April. Truk-truk dengan beban berat yang tidak bisa lagi memanfaatkan jalan raya karena batasan tonase diharapkan beralih menggunakan kapal roro.
Dalam acara dialog dengan pengusaha angkutan barang di Semarang, Kepala Subdirektorat Angkutan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub, Dadan M Ramdan, merinci, pada tahap awal pemerintah akan mereaktivasi 25 jembatan timbang, delapan di antaranya berada di ruas pantura, mulai dari Banten hingga Jatim.
Terkait operasional jembatan timbang yang diambil alih pemerintah pusat, akan ada regulasi ketentuan yang seragam, terutama dalam cara menindak pelanggar.
Anggota KEIN, Hendri Saparini, mengatakan, pengembalian fungsi jembatan timbang sebagai kontrol tonase bisa mengalihkan beban biaya perbaikan jalan pantura, salah satunya untuk reindustrialisasi di sejumlah daerah.
“Anggaran lebih baik diarahkan untuk peningkatan daya saing masyarakat melalui reindustrialisasi. Penerimaan negara bukan pajak masuk dari jembatan timbang, tetapi lalu ada biaya perbaikan jalan. Sama saja,” katanya.
Wakil Rektor Undip Semarang Darsono mengatakan, reindustrialisasi akan mendorong pemerataan sampai pada titik terendah, yaitu tingkat desa. Kemampuan dan daya beli masyarakat yang merata pada level terkecil akan memicu permintaan produksi.
Tetapkan tarif
Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Angkutan Truk (Aptrindo) Jateng Chandra Budiwan menyambut baik berfungsinya kembali jembatan timbang. Dia juga mendorong pemerintah segera menetapkan tarif angkutan barang. Tanpa tarif jelas, terjadi persaingan tidak sehat di kalangan pengusaha. Tidak jarang, pengusaha mau dibayar murah meski angkutan barang melebihi tonase.
Kepala Dinas Perhubungan Jateng Satriyo Hidayat menilai, rencana menghidupkan kembali jembatan timbang bisa disebut terlambat. Seharusnya, hal itu dilakukan sejak awal Januari. Lalu lalang truk dengan muatan berlebih pada puncak musim hujan sejak awal tahun telanjur menyebabkan kerusakan parah di sepanjang jalur pantura.
Di Jateng, penutupan 16 jembatan timbang dilakukan sejak 2014. Dari jumlah itu, 243 petugas jembatan timbang sudah diserahkan menjadi pegawai pusat di Kemenhub.