PEKANBARU, KOMPAS – Kepala Bidang I Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, Heru Sutmantoro, mengatakan, pembalakan liar yang terjadi di kawasan hutan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu, Provinsi Riau, dilakukan oleh kelompok yang terorganisir. Kelompok itu mampu mengecoh petugas dalam penertiban dan beraksi kembali tatkala operasi berakhir.
“Kami tidak mampu bekerja sendiri mengatasi persoalan cagar biosfer. Semua pihak seperti polisi, TNI, dan masyarakat harus ikut serta. Seperti penanganan kebakaran lahan dan hutan, harus ada satgas (satuan tugas) karena perambahan ini bersifat masif,” kata Heru, di Pekanbaru, Kamis (23/2).
Heru mengatakan, pihaknya sudah bekerja menertibkan kawasan cagar biosfer dari perambahan dan pembalakan liar. Pada hari Selasa (21/2) polisi kehutanan masuk ke salah satu wilayah cagar biosfer, melakukan operasi melawan pembalakan liar.
“Dalam operasi itu kami menghancurkan gubuk-gubuk pembalak dan membakar kayu olahan barang bukti,” ujar Heru, sembari memperlihatkan foto-foto aksi lapangan.
Menurut Heru, pembalakan liar merajalela akibat banyaknya jalur kanal di dalam cagar biosfer. Diperkirakan, kanal itu sudah dibangun sejak 10 tahun lalu. Untuk menuntaskan kasus itu, kanal-kanal harus ditutup.
“Kami sudah menghubungi Pak Rivai Sinambela dari Polda Riau (Direktur Reserse Kriminal Khusus, Red) untuk bekerja sama dalam kasus pembalakan liar di cagar biosfer,” kata Heru.
Heru mengakui, pembalakan liar adalah awal dari kasus kebakaran hutan. Setelah kayu ditebang habis, areal kosong akan diduduki oleh perambah. Perambah akan membuka lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dengan cara membakar.
Pembalakan liar itu ibarat telur. Kalau dicegah akan menetas dan berkembang biak,” kata Heru.
Beberapa kalangan di Riau mengusulkan agar Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau melakukan penertiban sepanjang tahun. Cara yang mudah dan dapat dilakukan dengan tenaga kecil adalah dengan membangun pos polisi kehutanan di setiap jalur keluar angkutan kayu dari hutan. Polisi kehutanan dapat mencegat setiap truk yang membawa kayu ilegal, tanpa harus masuk ke hutan.
“Saya akan memikirkan pola itu. Mungkin bekerja sama dengan polisi,” kata Heru.
Pada Rabu (22/2) kemarin, Kompas yang ikut dalam patroli udara menemukan setidaknya tujuh lokasi pembalakan liar di kawasan inti cagar biosfer. Para pembalak masih berada di hutan melakukan aksinya. Di kawasan itu terdapat elasan gubuk tempat tinggal pembalak dan ratusan kubik kayu olahan yang siap diangkut melalui kanal.
Padahal pada Oktober 2016, tim terpadu dari TNI, Polri dan BBKSDA Riau sudah melakukan operasi penertiban di lokasi itu. Namun hanya dalam tempo tiga bulan, pembalak liar sudah beraksi kembali (Kompas, 23/2).
Pembalak ditangkap
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Derah (Polda) Riau, Inspektur Jenderal Zulkarnain, mengatakan, patroli polisi Kepulauan Meranti berhasil menangkap seorang pelaku pembalakan liar di hutan wilayah Desa Tanjung Peranap, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti. Tersangka ditemukan di tengah hutan, dengan barang bukti gergaji mesin dan barang bukti kayu olahan sebanyak 60 keping.
“Pemberitaan media akan memacu polisi untuk menegakkan hukum kasus kejahatan lingkungan di Riau. Selain itu, kami berharap berita dapat membuat takut pembalak dan orang yang menyuruhnya untuk meninggalkan pekerjaannya,” kata Zulkarnain.
Komandan Pangkalan Udara (Lanud) Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Marsekal Pertama Henri Alfiandi, mengatakan, pada Rabu lalu aparat Paskhas TNI AU dan Polda Riau juga menangkap dua orang yang diduga pelaku pembakaran lahan di Desa Mamugo, Kecamatan Tanah Putih, Rokan Hilir. Dua orang itu yaitu MT (50) dan R (25), merupakan pekerja kebun kelapa sawit milik YH. Lahan yang terbakar merembet ke areal lain yang mencapai luas sekitar 200 hektar.
Kebakaran di Desa Mamugo adalah peristiwapaling besar pada awal kemarau di Riau, Februari ini. Menurut Humas Sinar Mas Forestry, Nurul Huda, pada hari Kamis ini dua helikopter perusahaannya diterbangkan untuk memadamkan api di desa itu.
“Hari ini kami menerbangkan heli jenis Super Puma, untuk pengeboman air dengan kekuatan 4.000 liter sekali penyiraman. Heli kedua jenis Bell, dipakai untuk menerbangkan personel dan peralatan tambahan. Mudah-mudahan, api dapat diperkecil dan padam segera,” kata Nurul.