PONTIANAK, KOMPAS – Pemerintah diminta serius membangun industri daerah, khususnya pembentukan Kawasan Industri Mandor di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Hingga kini, belum ada kejelasan masa depan proyek itu. Padahal, kawasan itu memiliki arti penting dalam memberikan nilai tambah bagi sektor perkebunan dan lapangan kerja baru.
Kawasan Industri Mandor (KIM) masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. KIM merupakan satu dari 14 daerah prioritas pembangunan industri di luar Pulau Jawa. Kawasan itu nantinya terdiri atas dua blok. Blok I, untuk industri kecil dan menengah seluas 81 hektar, sedangkan Blok II untuk industri besar seluas 255 hektar.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Pontianak Andreas Acui Simanjaya, Selasa (28/2), mengatakan, Kalbar sudah saatnya membangun kawasan industri. Untuk itu pemerintah, baik pusat maupun daerah, hendaknya serius mewujudkan pembangunan KIM. ”Pemerintah daerah (pemda) tinggal siapkan lokasi saja sebetulnya. Selanjutnya, investor yang membangun pabrik pengolahannya,” kata Acui.
Keberadaan KIM penting untuk mengolah hasil perkebunan, baik karet maupun sawit, menjadi barang jadi. Dengan demikian, hasil bumi di daerah memiliki nilai tambah. ”Sudah lama Kalbar menjual hasil bumi hanya dalam bentuk mentah. Saatnya, Kalbar berani membangun industri,” ujarnya.
Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Landak, pada 2016 produksi karet daerah itu mencapai 31.357 ton dengan luas tanam 72.875 hektar. Sementara produksi kelapa sawit 94.605 ton dengan luas tanaman 117.173 hektar.
Hal senada dikemukakan Ketua Asosiasi Perusahaan Karet Indonesia Kalbar Jusdar Sutan. Kawasan khusus KIM itu penting direalisasikan untuk memberikan kemudahan bagi investor. ”Kalau ada KIM, artinya ada lahan khusus yang disiapkan. Kami tinggal berinvestasi saja,” kata Jusdar.
Jika pembangunannya tidak dimulai, akan tertinggal dan selamanya hanya mengekspor barang mentah. Menurut Judsar, Kalbar tidak sulit membangunnya jika pemda memiliki komitmen yang kuat dan serius untuk merespons apa yang telah masuk dalam RPJMN itu. Apalagi, lahan di Kalbar masih luas.
Direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Landak Klemen Apui mengatakan, realisasi KIM tinggal menunggu proses pengurusan hak pengelolaan lahan (HPL) di Kantor Wilayah Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi Kalbar. ”Masih ada beberapa aspek yang perlu direvisi,” kata Klemen.
Setelah pengurusan HPL selesai, tugas pemda selesai, selanjutnya tugas pemerintah pusat untuk membangun jalan ke lokasi KIM dan infrastruktur dasar lainnya. Setelah itu, tinggal ditawarkan kepada investor untuk berinvestasi dan membangun pabrik di sana. BUMD nantinya akan menjadi pengelola, yakni PT Landak Barajaki.
Sampai sejauh ini, sudah ada investor yang tertarik berinvestasi. Contohnya, PT Landak Timber Product, yakni perusahaan dengan 55 persen saham Singapura dan 45 persennya milik Tiongkok. Perusahaan tersebut ingin berinvestasi dalam industri penggergajian dan pengawetan kayu dengan nilai investasi Rp 39 miliar. Sementara PT Adora Indonesia ingin berinvestasi di bidang pembangkit listrik biomassa. Perusahaan itu memerlukan sekitar 10 hektar lahan.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Eddy Suratman menilai, PT Landak Timber Product sangat beruntung mendapatkan program nasional itu. Apalagi, tanggung jawab daerah hanya membebaskan lahan, selebihnya pusat, sehingga tidak membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah terlalu besar.
”Efek penggandanya (multiplier effect) juga besar sekali. Salah satunya akan muncul daerah pertumbuhan baru. Sekarang tinggal komitmen pemda saja, sejauh mana mereka peduli untuk menyelesaikan tanggung jawab mereka dengan cepat,” ujar Eddy.