logo Kompas.id
NusantaraGunung BotakDitambang Lagi
Iklan

Gunung BotakDitambang Lagi

Oleh
· 4 menit baca

AMBON, KOMPAS — Lebih dari 1.000 petambang liar kembali beroperasi di lokasi tambang emas di Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku. Petambang bahkan menggunakan merkuri dan sianida untuk mengolah emas. Gubernur Maluku Said Assagaff pun menyiapkan penertiban. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Maluku Bobby Palapia, Selasa (28/2), mengatakan, langkah penertiban oleh Gubernur Maluku segera dilakukan. Gubernur Maluku telah menerima masukan dari Panglima Komando Daerah Militer XVI/Pattimura Mayor Jenderal Doni Monardo, Kepala Kepolisian Daerah Maluku Brigadir Jenderal (Pol) Ilham Salahudin, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Manumpak Pane."Surat keputusan untuk menutup kembali tambang Gunung Botak sedang disusun bagian hukum dan akan ditandatangani Gubernur paling lama sebelum akhir pekan ini. Jadi, awal pekan depan tim gabungan yang berjumlah 20 orang itu sudah dapat memulai sosialisasi di Pulau Buru," kata Bobby.Saat ini, lebih dari 1.000 petambang terpantau kembali memasuki lokasi tambang liar Gunung Botak yang telah ditutup pada November 2015. Gunung Botak pertama kali diserbu petambang pada Oktober 2011. Jumlah petambang pada masa puncaknya mencapai lebih dari 20.000 orang.Para petambang, yang sebagian besar dari luar Maluku, secara berkelompok masuk lagi ke lokasi tambang sejak akhir 2016 melalui sejumlah "jalur tikus". Luas kawasan itu mencapai 500 hektar dengan banyak akses masuk sehingga kehadiran petambang sulit dicegah aparat. Material tanah yang digali di Gunung Botak itu dibawa petambang ke lereng untuk diolah menjadi emas dengan merkuri dan sianida. Lokasi pengolahan berada di pinggir sungai, sekitar areal persawahan, dan permukiman penduduk. Limbah pengolahan kemudian dibuang ke lokasi itu sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.Setelah sosialisasi yang direncanakan berlangsung 20 hari, aparat gabungan dari satuan polisi pamong praja, Polri, dan TNI akan menutup tambang. Pemprov Maluku akan menyediakan kapal untuk memulangkan petambang dari Pulau Buru. "Direncanakan sebelum akhir Maret tambang sudah ditutup," ujar Bobby.Ilham (32), warga sekitar Gunung Botak, mengatakan, masuknya kembali petambang ke Gunung Botak merupakan bentuk kekecewaan terhadap Pemprov Maluku yang mengizinkan PT Buana Pratama Sejahtera untuk mengeruk material tanah mengandung emas di lokasi itu. "Kepentingan masyarakat tidak diakomodasi. Seharusnya dibentuk koperasi sehingga warga setempat juga menikmati hasilnya," katanya.Ancaman merkuriPertambangan emas tanpa izin (PETI) di tiga desa di Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), dalam tiga bulan terakhir menggunakan merkuri untuk memisahkan material galian dengan emas. Aktivitas itu mengancam kesehatan lingkungan dan keselamatan warga.Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulteng, lokasi PETI tersebar di Desa Bakekau, Bulili, dan Badangkaya di Kecamatan Lore Selatan. Saat ini, tercatat ada 50 lubang penggalian material yang diduga mengandung emas. Lubang-lubang tersebut tersebar di hutan dekat sungai yang menjadi sumber irigasi untuk persawahan.Dinas ESDM Sulteng memperkirakan terdapat 500 petambang yang terdiri dari warga lokal ataupun dari luar Sulteng, terutama dari Sulawesi Utara dan Gorontalo. Mereka mengoperasikan sedikitnya 20 tromol atau alat pemisahan emas dari material lain.Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas ESDM Sulteng Aris B Pasaru menyatakan, PETI di Lore Selatan telah lama beroperasi. Selama ini, penambangan dilakukan warga setempat dengan cara tradisional, yaitu mendulang material untuk mendapatkan butiran emas. PETI dibiarkan beroperasi karena cara itu tidak terlalu membahayakan lingkungan dan kesehatan."Namun, dalam tiga bulan terakhir banyak petambang menyerbu daerah itu dengan membawa tromol dan menggunakan merkuri," ujar Aris.Aris menyebutkan, pada Jumat (24/2) digelar rapat koordinasi bersama Pemerintah Kabupaten Poso dan Pemprov Sulteng yang diiniasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulteng. Rapat lanjutan akan digelar dengan berbagai pihak untuk penertiban areal tambang.Ia menegaskan, PETI tersebut harus ditutup karena tidak berizin. "Meski belum ada penelitian terkait dampak merkuri di sana, zat itu berbahaya bagi kesehatan manusia," ujar Aris.Kepala ORI Perwakilan Sulteng Sofyan Farid Lembah mengatakan, para pemangku kepentingan harus segera menertibkan PETI di Lore Selatan. Sofyan juga mengingatkan, PETI dengan menggunakan tromol dan merkuri merupakan bagian dari modus pemodal atau korporasi untuk mengeruk kekayaan negara secara ilegal. "Mereka harus diberi tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku, dalam hal ini pidana penambangan ilegal," katanya. (FRN/VDL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000