WONOSOBO, KOMPAS - Sebagian petani di Desa Patakbanteng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, yang terdampak banjir dan longsor pada Minggu (26/2) sampai Senin (27/2), hingga Rabu (1/3), belum kembali bertani. Mereka masih membiarkan lahan dan tanamannya yang rusak akibat bencana tersebut.
Salah seorang perangkat Desa Patakbanteng, Ahmad Fauzan, mengatakan, petani belum kembali bertani karena ancaman banjir dan erosi masih terbilang tinggi.
“Daripada bertani dan menanggung kerugian dua kali, para petani saat ini memilih untuk berdiam diri saja dulu, sembari melihat kondisi cuaca,” ujarnya, Rabu.
Lahan pertanian di Desa Patakbanteng yang terdampak banjir dan longsor mencapai lebih dari 10 hektar. Jenis tanaman di lahan tersebut adalah kentang dan sayuran seperti kol. Tidak sekadar menghanyutkan dan merusak tanaman, banjir dan longsor yang terjadi selama dua hari tersebut juga mengurangi ketebalan tanah di lahan hingga sekitar satu meter.
Seperti sempat diberitakan sebelumnya, banjir dan longsor tersebut terjadi di Desa Parikesit dan Patakbanteng, Kecamatan Kejajar. Bencana itu didahului oleh adanya longsor di Gunung Prahu yang akhirnya menyumbat aliran air di Sungai Serayu, sehingga akhirnya air sungai meluap.
Slamet Baidowi (40), warga Desa Parikesit, mengatakan, sekalipun lahannya terhindar dari banjir dan longsor, ia belum bisa bertani karena jalan menuju ke lahan pertaniannya masih tertutup longsor.
“Sekarang sudah waktunya melakukan pemupukan. Tapi sampai saat ini saya tidak tahu harus membawa pupuk melalui jalan mana,” ujarnya.