logo Kompas.id
NusantaraPerkuat UU Tindak Pidana...
Iklan

Perkuat UU Tindak Pidana Korupsi

Oleh
· 3 menit baca

PALEMBANG, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi masih sulit menindak pegawai negeri sipil yang tidak menjabat sebagai penyelenggara negara. Pemberantasan korupsi selama ini juga hanya terbatas pada penyelenggara negara dengan nilai nominal tertentu. Karena itu, undang-undang tindak pidana korupsi perlu diperkuat untuk menutup celah tersebut."Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini juga hanya dapat mengungkap kasus pada penyelenggara negara dengan nilai nominal perkara di atas Rp 1 miliar," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Rabu (1/3), di Palembang, Sumatera Selatan, saat menghadiri Seminar Kolaborasi Tunas Integritas Nasional 1 Tahun 2017. Hadir dalam acara tersebut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Asman Abnur, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin, Gubernur Sumsel Alex Noerdin, dan Wali Kota Palembang Harnojoyo. Terkait status PNS yang bukan penyelenggara negara, menurut Saut, sangat merepotkan KPK untuk bergerak. Padahal, dua hari lalu ada seorang PNS bukan penyelenggara negara yang diduga korupsi dengan kerugian negara hingga Rp 4 miliar. Menurut Saut, pengungkapan kasus tangkap tangan bukan indikator kesuksesan pemberantasan korupsi. Indikator kesuksesan idealnya dengan membentuk sistem yang dapat menutup potensi korupsi. "Jadi, salah satu indikator dengan memperkuat undang-undang tindak pidana korupsi," ujarnya.Perbaiki sistem birokrasiMenurut Asman Abnur, maraknya korupsi disebabkan masih ada celah bagi pejabat untuk berbuat. Salah satu celah itu adalah sistem birokrasi yang belum transparan atau masih dilakukan secara konvensional. Karena itu, Kemenpan dan RB terus berupaya memperbaiki sistem penyelenggaraan birokrasi agar lebih transparan. "Birokrasi berbasis elektronik harus dilakukan. Harus menjadi ciri khas. Tidak bisa ditawar lagi," ujar Asman. Sistem birokrasi berbasis elektronik sudah diterapkan dengan cukup baik di Bandung, Jawa Barat dan Banyuwangi, Jawa Timur. Sistem itu kini didorong untuk diterapkan di daerah lain. Sistem itu juga memungkinkan masyarakat mendapatkan layanan lebih transparan, cepat, penuh kepastian, mudah, dan murah. Untuk mendukung percepatan reformasi birokrasi ke arah elektronik, Kemenpan dan RB akan melatih penyelenggara negara agar lebih akrab dengan sistem layanan itu. Etos kerja penyelenggara negara pun perlu diubah dari mengedepankan kekuasaan menjadi mengedepankan pelayanan layaknya praktik di dunia perhotelan. Sementara itu, Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, korupsi adalah satu dari tiga akar tindak pidana pencucian uang selain narkoba dan perpajakan. "Karena itu, PPATK selalu berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memberikan data transaksi keuangan yang mencurigakan," ujarnya.Meski demikian, Ahmad mengatakan, setiap PNS tidak perlu khawatir akan dicurigai jika memiliki sistem pembukuan yang tepat. "Penyidik berhak meminta keterangan dari siapa pun. Namun, jika PNS tersebut merasa tidak pernah membuat pelanggaran atau tidak ada pelanggaran, buat apa takut," kata Ahmad. (DRI/RAM)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000