logo Kompas.id
Nusantara30.000 Embung untuk Pertanian
Iklan

30.000 Embung untuk Pertanian

Oleh
· 4 menit baca

BOJONEGORO, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Pertanian memprogramkan 30.000 embung se-Indonesia sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi pangan terutama padi. Program 30.000 embung menjadi solusi untuk wilayah-wilayah yang kesulitan air saat kemarau.Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, saat panen raya padi dan serap gabah petani di Desa Samberan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Rabu (8/3), menuturkan, Bojonegoro bisa menjadi contoh bagaimana embung bisa meningkatkan produktivitas pertanian. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro hingga saat ini telah membangun 456 embung dari rencana 1.000 embung.Pembangunan embung di Bojonegoro terbukti efektif untuk pengairan sawah, selain juga menjaga ketersediaan air saat kemarau. Wilayah yang sebelumnya hanya bisa panen padi maksimal empat kali dalam dua tahun kini bisa dioptimalkan hingga lima kali dalam dua tahun. "Pembangunan embung itu bagus sehingga diharapkan nantinya di seluruh Indonesia sedikitnya ada 30.000 embung. Kami ingin 2045 Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia dan bisa ekspor pangan," kata Amran.Amran mengatakan, saat ini sudah ada pesanan 3 juta ton jagung dari Malaysia. Papua Niugini dan Timor-Leste juga ingin mengimpor produk pangan dari Indonesia. Pembangunan embung itu salah satu cara menggenjot produksi pangan. "Bojonegoro telah berhasil," katanya.Tampung airBupati Bojonegoro Suyoto mengemukakan, program 1.000 embung digagas untuk menampung kelebihan air saat musim hujan. Air bisa dimanfaatkan saat sulit di musim kemarau. Selama ini, Bojonegoro lebih dikenal sebagai daerah banjir saat hujan dan sulit air saat kemarau. Program embung itu menjadi solusi menjaga ketersediaan air, termasuk untuk irigasi pertanian.Selama ini, embung di Bojonegoro dimanfaatkan untuk penyediaan atau tampungan air, meningkatkan resapan air tanah, mengurangi risiko banjir, dan meningkatkan produktivitas tanam. Embung juga berdampak pengganda di sektor perikanan, pariwisata, perdagangan, dan meningkatkan pendapatan petani di lahan tadah hujan. Suyoto menyebutkan, pada tahun 2015, dengan luas panen 145.254 hektar, produksi padi di Bojonegoro mencapai 907.834 ton gabah kering giling (GKG) dengan produktivitas rata-rata 6,25 ton per hektar. Produksi pada 2016 meningkat menjadi 1.050.072 ton dari luas panen 165.002 hektar. Produktivitas rata-rata 6,364 ton per hektar.Menurut Suyoto, pada 2017 ini, selain mengandalkan embung, pihaknya juga akan membangun jaringan irigasi berbasis Bengawan Solo. Anggarannya disiapkan Rp 7 miliar. Hal itu dinilai penting karena ada sekitar 16.000 hektar sawah yang ada di sekitar bantaran Bengawan Solo.Di Sulawesi Tengah, tahun ini lima embung juga dibangun untuk tanaman cabai dan padi di lima kabupaten. Embung akan menjaga persediaan air bagi lahan cabai dan padi saat musim kemarau sehingga tak menimbulkan gangguan pasokan dan gejolak harga.Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulteng Miyono mengatakan, embung untuk lahan cabai akan dibangun di Kabupaten Sigi dan Tojo Una-Una. "Di Sigi, embung untuk menjangkau lahan seluas 10 hektar. Sementara di Tojo Una-Una, tim masih memetakan lokasi yang cocok untuk dibangun embung," ujar Miyono di Palu, Rabu.Padi organikMasih terkait pertanian, dari Semarang, Jawa Tengah, dilaporkan, proses peralihan metode pertanian padi konvensional ke organik dinilai tidak mudah. Butuh waktu paling singkat tiga tahun untuk beralih hingga menghasilkan padi organik berkualitas. Petani terkendala kompetensi sumber daya manusia, infrastruktur pertanian, dan benih unggul. M Yasin (39), petani di Desa Mlaten Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Rabu, mengatakan, pengetahuan petani tentang budidaya tanam organik masih minim. Mereka khawatir gagal panen jika beralih dari pola tanam konvensional ke organik. Staf Ahli Bupati Demak Bidang Pembangunan, Ekonomi, dan Keuangan, Mudiyanto, di sela-sela peresmian Toyota Organic Village di Desa Mlaten, Demak, kemarin, mengatakan, budidaya padi organik di Demak baru dikembangkan di lahan 75 hektar di Desa Mlaten dan Desa Mlatiharjo, Kecamatan Gajah. Demak cukup berpotensi karena dari luas wilayah Demak 89.743 hektar, sekitar 59 persen di antaranya areal persawahan."Petani harus tahu bahwa harga jual padi organik lebih tinggi sehingga kesejahteraan mereka juga meningkat," ujar Mudiyanto. (ACI/WHO/KRN/VDL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000