logo Kompas.id
NusantaraMomentum Perbaikan
Iklan

Momentum Perbaikan

Oleh
· 3 menit baca

MALANG, KOMPAS — Kisruh angkutan kota dengan angkutan berbasis daring harus menjadi momentum bagi Pemerintah Kota Malang, Bandung, Tangerang, ataupun kota lainnya untuk menata sistem transportasi umum. Apalagi, selama ini layanan angkutan umum belum dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan masyarakat. "Sistem angkutan umum di Kota Malang, misalnya, tertinggal dibandingkan perkembangan kota. Itu sebabnya butuh perubahan rute angkutan kota (angkot) di Malang untuk mengikuti kebutuhan masyarakat karena masih berdasarkan rute tahun 1990-an," kata pakar transportasi Universitas Brawijaya, Malang, Harnen Sulistyo, Jumat (10/3). "Keluarga saya ganti angkot dua kali dari Kedungkandang ke Sawojajar, padahal jaraknya hanya 5 kilometer," kata Andreas Lucky Lukwira, pengamat angkutan umum asal Malang.Selain itu, Dinas Perhubungan Kota Malang juga mencatat bahwa dari 1.600 unit angkot, hanya 500 unit angkot yang rutin uji kir. Jadi, kini diperkirakan hanya kurang dari 30 persen angkutan kota itu yang layak beroperasi. "Tidak terlayaninya seluruh kebutuhan masyarakat membuat angkutan online berkembang. Hukum pasar berbicara. Itu sebabnya, Pemkot Malang harus menata ulang sistem transportasi umum agar konflik ini tidak berulang," kata Harnen. "Banyak universitas yang bisa dimintai bantuan untuk mengkaji bagaimana modelnya. Kalau berhasil dapat dicontoh daerah lain," kata Harnen. Revisi regulasi Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Cucu Mulyana mengatakan, dari uji publik atas revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 di Jakarta ataupun di Makassar, ternyata semua pelaku bisnis menginginkan revisi ini segera diterapkan. Revisi ini, antara lain, mengatur bahwa penyedia angkutan aplikasi harus tergabung dalam badan usaha atau koperasi. "Perusahaan penyedia aplikasi harus tegas, jika pengemudinya perorangan, mereka tidak boleh masuk jaringan. Selain itu, harus ada kuota berdasarkan kebutuhan masyarakat," ujar Cucu.Kuota ini penting karena apabila jumlah pengemudi terlalu banyak, pemasukan yang diperoleh sopir akan berkurang. Ditemui di Bandung, Ketua Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan Kota Bandung Neneng Djuraidah meminta pemerintah menerapkan aturan angkutan berbasis daring dengan tegas. Banyak angkutan berbasis daring juga diperbolehkan beroperasi tanpa izin trayek, tidak berpelat kuning, dan memiliki surat tanda nomor kendaraan atas nama pribadi."Semua angkutan, baik konvensional maupun berbasis daring, harusnya sama-sama taat aturan untuk dengan bersaing sehat," kata Neneng.Neneng mengatakan, tanpa pengaturan, dikhawatirkan konflik terus terjadi dan akan menimbulkan kerugian bagi banyak pihak. Kasus perusakan yang diduga dilakukan pengemudi angkot pada kendaraan warga, Kamis (9/3), seharusnya tidak terulang lagi."Kami sangat menyesalkan aksi kekerasan oknum sopir itu. Hal itu tidak bisa dibenarkan meski saya tahu banyak pengemudi angkot frustrasi setelah penghasilan mereka merosot setelah adanya angkutan daring. Dari 5.521 angkot dan 2.000 taksi konvensional di Kota Bandung, tinggal 50 persen yang beroperasi," ujar Neneng. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, masalah transportasi harus diselesaikan banyak pihak. Khusus di Kota Bandung, ia akan menggalakkan program angklung, angkutan keliling Bandung. Angkutan tersebut dilengkapi fasilitas, seperti Wi-Fi dan pendingin ruangan. Hal itu bertujuan untuk menarik minat masyarakat naik angkot."Tidak hanya itu, perbaikan terhadap sarana transportasi massal juga akan ditingkatkan lewat kehadiran light rail transit metro kapsul," ujar Kamil.(CHE/SEM/BKY/TAM/DIA/ARN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000