KARANGANYAR, KOMPAS – Kepolisian Resor Karanganyar menggelar rekonstruksi kasus kekerasan dan penganiayaan dalam kegiatan pendidikan dasar organisasi mahasiswa pecinta alam Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta di lereng Gunung Lawu di Tlogodringo, Desa Gondosuli, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (13/3). Adegan-adegan kekerasan terhadap korban meninggal dan peserta diksar lainnya pun diperagakan.
Dalam rekonstruksi itu dua tersangka yaitu W (23) dan AS (28) tidak dihadirkan dan diperankan oleh dua orang polisi, sedangkan seluruh peserta diksar yang menjadi saksi dihadirkan. “Tersangka tidak dihadirkan karena ada pertimbangan khusus dari penyidik,” ujar Wakil Kepala Kepolisian Resor Karanganyar Komisaris Prawoko di sela-sela rekonstruksi di Tlogodringo, Senin.
Namun, Prawoko tidak menjelaskan pertimbangan penyidik tidak menghadirkan kedua tersangka. Rekonstruksi memeragakan 55 adegan yang menunjukan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan kedua tersangka dan juga anggota panitia lain.
Adegan-adegan itu, misalnya, tendangan ke arah ulu hati korban meninggal dan terhadap peserta diksar lain. Selain itu, juga tamparan di bagian wajah, bantingan, hingga sabetan ranting kayu ke anggota tubuh peserta diksar. Adegan kekerasan dilakukan bergantian terhadap peserta yang berbaris sejajar. Adegan kekerasan itu di antaranya dilakukan di lembah yang disebut “lembah penyiksaan” di perbukitan lereng Gunung Lawu. “Rekonstruksi dilakukan di empat titik lokasi,” kata Prawoko.
Hujan Deras
Karena alasan geografis yang menyulitkan, lokasi yang disebut “lembah penyiksaan” dipindahkan di lapangan Tlogodringo. Rekonstruksi yang juga diikuti tim Kejaksaan Negeri Karanganyar dan tim pengacara tersangka itu sempat dihentikan pada adegan ke-38 karena hujan deras.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Karanganyar Ajun Komisaris Rahmad Ashari mengatakan, sejumlah adegan tetap diperagakan di tempat kejadian yang sebenarnya. Ini dilakukan agar adegan bisa diperagakan secara obyektif para saksi. “Saksi ingin sesuai yang mereka alami saat itu,” katanya.
Prawoko mengatakan, setelah rekonstruksi ini, Polres Karanganyar akan melakukan gelar perkara kedua pekan ini. Gelar perkara itu dilakukan untuk menentukan ada tidaknya tersangka lainya selain dua tersangka W dan S “Saat ini rekonstruksi difokuskan pada dua tersangka dulu,” katanya.
Orang tua korban meninggal dunia Muhammad Fadhli, Adi Suryanto yang hadir dalam rekonstuksi itu mengecam tindakan tindakan kekerasan dalam kegiatan diksar mapala UII. Ia tidak menduga kegiatan kemahasiswaan itu diisi banyak kekerasan terhadap peserta.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tiga mahasiswa UII meninggal setelah mengikuti pendidikan dasar organisasi Mapala UII di lereng Gunung Lawu, di Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, 13-20 Januari silam. Mereka adalah Muhammad Fadhli (20), mahasiswa Teknik Elektro angkatan 2015; Syaits Asyam (19), mahasiswa Teknik Industri (2015); dan Ilham Nurpadmy Listia Adi (20), mahasiswa Fakultas Hukum (2015).