logo Kompas.id
NusantaraEmpat Perusahaan Diduga...
Iklan

Empat Perusahaan Diduga Terlibat

Oleh
· 3 menit baca

PALU, KOMPAS — Empat perusahaan besar diduga beroperasi di pertambangan emas tanpa izin di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Indikasi itu tampak dari cara pengolahan bijih emas yang menggunakan sistem perendaman. Pada setiap tumpukan emas yang luasnya sekitar 1.600 meter persegi dan tinggi 2 meter itu disiram cairan merkuri untuk menangkap bijih emas ke dasar tumpukan yang dilapisi terpal. Lokasi perendaman berada sekitar 4 kilometer dari tempat pengolahan bijih emas menggunakan mesin tromol. "Kami memiliki informasi ada empat perusahaan yang diduga beroperasi pada pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Poboya sejak akhir 2016," kata Ketua Forum Masyarakat Korban Pertambangan Sulteng Syahruddin A Douw di Palu, Jumat (24/3). Akhir Januari lalu, beredar video yang diduga diambil sopir truk yang mengangkut material diduga mengandung emas di PETI Poboya. Dalam video yang diambil pada 22 dan 23 Januari itu, terlihat empat alat berat mengeruk material lalu dinaikkan ke truk. Sekitar 100 truk antre mengangkut material emas. Truk menurunkan material ke lokasi perendaman (Kompas, 1/2). Syahruddin menyayangkan mandulnya penindakan hukum atas keterlibatan perusahaan. Padahal, aktivitas itu telah memenjara kekayaan sah negara. Gubernur Sulteng Longki Djanggola berjanji segera menutup PETI Poboya. Operasi penutupan secara teknis dilakukan Dinas Kehutanan Sulteng di bawah Unit Pelaksana Teknis Taman Hutan Raya. PETI Poboya berada di dalam kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sulteng. Sementara itu, tambang liar batu sinabar Iha-Luhu di Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, juga perlu segera ditutup. Batu sinabar itu merupakan bahan baku produksi merkuri yang digunakan untuk pengolahan emas di lokasi tambang emas liar di Pulau Buru tak jauh dari Iha-Luhu.Pelaksana Tugas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Seram Bagian Barat Alvin Tuasun, yang dihubungi dari Ambon, Jumat (24/3), mengatakan, harga batu sinabar di lokasi tambang kini sekitar Rp 130.000 per kilogram. Tahun lalu, harga batu sinabar Rp 80.000 per kg. Kenaikan harga membuat orang berbondong-bondong menambang. Jumlah petambang diperkirakan 7.000 orang. Lokasi itu mulai dirambah sekitar tahun 2013. Batu sinabar dipakai untuk produksi merkuri.Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemprov Maluku Bobby Palapia mengatakan, penertiban tambang liar akan dilakukan bertahap. Pekan lalu, Gunung Botak sudah ditutup. "Semua itu sudah masuk agenda, tetapi akan dilakukan bertahap. Yang pasti tambang batu sinabar akan segera ditutup tahun ini," katanya. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalteng meminta pemerintah mendata petambang emas ilegal di tiap daerah aliran sungai. Pendataan dilakukan untuk sistem pengelolaan tambang rakyat yang akan disiapkan pemerintah. "Membuat lokasi pertambangan rakyat hanya akan memindahkan masalah dari ilegal ke legal karena kalau lokasi sudah ada, tetapi petambang masih menggunakan merkuri, sama saja hasilnya," ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah Arie Rompas di Palangkaraya, Jumat. (FRN/VDL/IDO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000