logo Kompas.id
NusantaraPenambangan Sinabar Rawan Picu...
Iklan

Penambangan Sinabar Rawan Picu Konflik Sosial

Oleh
· 3 menit baca

AMBON, KOMPAS — Aktivitas penambangan batu sinabar di Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, dapat memicu konflik sosial antara Desa Luhu dan Desa Iha. Kedua desa itu memiliki sejarah konflik panjang sejak tahun 1974 sehingga berpotensi terulang kembali jika ada pemicunya.Camat Huamual Alberto N Maulany saat dihubungi dari Ambon, Maluku, Rabu (29/3), berharap konflik semacam itu jangan sampai terulang lagi. Menurut dia, maraknya aktivitas penambangan liar saat kandungan mineral berkurang dikhawatirkan menimbulkan perebutan yang berujung pada konflik sosial di antara kedua desa.Dari catatan Kompas, pada Agustus 2014, warga kedua desa itu terlibat konflik terbuka yang mengakibatkan sembilan orang tewas dan belasan luka-luka. Konflik yang berawal dari saling klaim batas wilayah itu terjadi sejak 1974. Lokasi tambang liar merupakan salah satu titik yang selama ini dipersengketakan kedua desa.Tutup tambangMenurut Alberto, satu-satunya solusi untuk mencegah konflik sosial adalah lokasi tambang itu harus ditutup. Kewenangan menutup tambang ada pada Pemerintah Provinsi Maluku. Saat ini, bukan hanya warga Luhu dan Iha yang menambang, tetapi juga warga dari daerah lain.Maraknya penambangan itu karena warga tergiur dengan harga batu sinabar yang terus melonjak dari Rp 80.000 per kilogram pada tahun lalu menjadi Rp 130.000 per kilogram. Sejak beroperasi pada 2013, jumlah petambang kini sekitar 7.000 orang.Batu sinabar merupakan bahan baku pembuatan merkuri dengan kandungan hingga 80 persen. Artinya, satu batu sinabar dengan berat 1 kilogram bisa menghasilkan 8 ons cairan merkuri, bahkan hingga 105 persen. Hal itu terungkap dari data tim Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mendatangi lokasi itu pada tahun lalu.Cara produksi merkuri dari batu sinabar adalah dengan dipanaskan dalam bejana. Ketika suhu melampaui 200 derajat celsius, batu itu akan mencair dengan sendirinya. Produksi merkuri itu dapat dilakukan di sekitar lokasi tambang ataupun di sejumlah lokasi tambang emas liar di Pulau Buru, yakni Gunung Botak, Gunung Nona, dan Gogorea. Merkuri dipakai untuk mengolah material tambang emas.Selain pembeli dalam negeri, pemburu batu sinabar juga berasal dari pengusaha asing melalui perantara di daerah. Pengusaha itu berasal dari China dan Korea Selatan. Informasi yang dihimpun menyebutkan, selain sinabar, di lokasi itu juga ada material tambang tanah jarang. Tanah jarang merupakan bahan baku produksi peralatan teknologi tinggi, termasuk alat utama sistem persenjataan anti radar.Gunung NonaKomandan Komando Rayon Militer 1506-04 Waeapo Letnan Satu (Inf) Husain Malagapi, yang dihubungi terpisah, mengatakan, lokasi tambang emas liar di Gunung Nona, Kecamatan Lolongguba, Kabupaten Buru, akan ditutup Pemerintah Provinsi Maluku bulan depan. Sosialisasi kepada petambang dimulai pekan depan.Hal itu dilakukan untuk menyikapi tewasnya sejumlah petambang yang terkena semburan lumpur panas saat menggali material tanah. Pekan lalu ada dua petambang yang jatuh ke dalam lubang penggalian sumber semburan lumpur panas. Hingga Rabu malam, jenazah mereka, yakni Andi Bellen (28) dan Tinus (36), belum bisa diangkat.Kedalaman lubang tersebut sekitar 15 meter. Semburan lumpur itu juga menewaskan dua petambang lain, yakni John (35) dan Saryadi Nacikit (22). Saryadi tewas di tempat, sedangkan John yang menderita luka parah meninggal di rumah sakit. (FRN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000