JAKARTA, KOMPAS — Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada 2016 meningkat, dari sedang menjadi tinggi. Indeks pembangunan manusia pada tahun tersebut mencapai 70,18. Kendati demikian, disparitas pembangunan manusia antardaerah di Indonesia masih tinggi sehingga pemerintah perlu mengatasi ketimpangan itu.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks untuk menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dan memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Tiga dimensi dasar pembentuk IPM adalah umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam konferensi pers Senin (17/4/2017), di Jakarta, mengatakan, IPM Indonesia pada 2016 meningkat 0,63 poin dari IPM 2015 yang sebesar 69,55. Pertumbuhan IPM juga cukup tinggi, yaitu 0,91 persen, dibandingkan 2015.
Hal itu terlihat dari peningkatan komponen pembentuk IPM. Bayi yang baru lahir memiliki peluang hidup hingga 70,90 tahun, meningkat 0,12 tahun daripada 2015. Anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang sekolah selama 12,72 tahun atau meningkat 0,17 tahun dari 2015.
”Penduduk usia 25 tahun ke atas rata-rata telah menempuh pendidikan selama 7,95 tahun pada 2016 atau meningkat 0,11 tahun dari 2015. Sementara pengeluaran per kapita masyarakat juga telah mencapai Rp 10,42 juta pada 2016 atau meningkat Rp 270.000 dibandingkan tahun sebelumnya,” ujarnya.
Menurut Suharyanto, secara umum, pembangunan manusia Indonesia terus mengalami kemajuan selama periode 2010 hingga 2016. IPM Indonesia itu meningkat dari 66,53 pada 2010 menjadi 70,18 pada 2016.
Dalam periode itu, disparitas pembangunan manusia Indonesia juga masih tinggi, baik antarprovinsi maupun antarkabupaten/kota dalam satu provinsi. Sebanyak 12 provinsi telah berstatus IPM tinggi, 21 provinsi berstatus sedang, dan 1 provinsi, yaitu Papua, rendah.
”IPM Papua pada 2016 sebesar 58,05 atau tumbuh 1,4 persen dari 2015 yang sebesar 57,25. Disparitas pembangunan daerah di Papua juga masih tinggi. IPM di Jayapura, misalnya, sebesar 78,56, sedangkan di Kabupaten Nduga 26,56," kata dia.
BPS juga menyebutkan, selama 2015-2016, IPM seluruh provinsi di Indonesia meningkat. Peningkatan paling cepat dalam periode tersebut adalah Papua (1,40 persen), Sumatera Selatan (1,16 persen), dan Jawa Timur (1,15 persen).
Kemajuan pembangunan manusia di Papua didorong oleh dimensi pendidikan, Sumatera Selatan oleh dimensi standar hidup layak, dan Jawa Timur oleh perbaikan pendidikan dan standar hidup layak.
”BPS berharap agar pemerintah dapat mengatasi disparitas pembangunan manusia ini, terutama di wilayah Indonesia bagian timur,” kata Suhariyanto.
Pada akhir Maret lalu, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) mengumumkan secara resmi Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2016. Dalam laporan tersebut IPM Indonesia berada di peringkat ke-113 dari 188 negara. Padahal, pada 2015, IPM Indonesia berada di peringkat ke-110.
Sementara itu, peneliti dan ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan, daerah seperti Papua sebenarnya sudah banyak mendapat dana dari pemerintah pusat.
Daerah tersebut masuk dalam kategori sebagai otonomi khusus dan prioritas pembangunan. Namun, besaran dana itu tidak linier terhadap peningkatan IPM. Meskipun IPM Papua tumbuh 1,4 persen pada 2016 atau lebih tinggi dari rata-rata nasional yang sebesar 0,91 persen, IPM Papua masih ada di posisi bawah.
”Fasilitas pendidikan belum merata, terutama untuk pendidikan menengah atas atau SMA. Selain itu, anggaran pemerintah daerah, termasuk otonomi khusus, juga perlu dievaluasi kembali. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan aneka fasilitas masyarakat, masih banyak yang dikorupsi oknum pemda,” ujarnya.
Menurut Bhima, pemerintah memiliki modal positif dalam pengembangan Papua. Modal positif itu, salah satunya, adalah potensi ekonomi yang belum tergarap secara optimal. Untuk daerah timur, kekayaan alam seperti sektor perikanan dan perkebunan masih diolah secara tradisional.
”Hal itu tidak akan berpengaruh terhadap kebutuhan sumber daya manusia yang memiliki keahlian tertentu. Ciptakan permintaan tenaga kerja di sana yang terkoneksi dengan pendidikan dan potensi sumber daya alamnya,” tegasnya.
(HEN)