PURWOKERTO, KOMPAS — Sebanyak 22 siswi penyandang tunarungu dari sekolah luar biasa Yayasan Dena Upakara Wonosobo memeriahkan Perayaan Paskah dan juga ulang tahun ke-53 Gereja Paroki Santo Yoseph, Purwokerto, Jawa Tengah, Senin (17/4/2017) malam. Para siswi menampilkan sendratari berjudul Hangruwat.
Sendratari dengan durasi sekitar 30 menit itu, diawali dengan masuknya lima penari berbusana hijau sambil membawa properti berupa gunungan wayang yang bermotif dedaunan hijau segar. Mereka menari dengan gemulai sambil meliuk-liukkan gunungan wayang, untuk menggambarkan alam indah Pegunungan Dieng di Wonosobo yang merupakan tempat yayasan itu berdiri.
Namun, keindahan itu perlahan terkikis dan berubah menjadi gersang karena pohon-pohon ditebangi akibat kerakusan manusia. Meskipun demikian, keceriaan anak manusia tetap tampak melalui hadirnya lima bocah berbusana merah menyala penuh pernak-pernik. Mereka bermain bersama, saling berbagi kebahagiaan dan bersahabat satu sama lain.
Adegan berikutnya muncul empat penari mengenakan topeng berwarna merah, hitam, kuning, dan putih. Empat warna itu menggambarkan karakter dan watak yang berbeda-beda, merah melambangkan watak pemarah dan brangasan. Hitam berwatak malas, murka, dan tamak. Kuning menggambarkan nafsu yang mengadakan keinginan dan asmara, serta putih berwatak suci, bakti, dan kasih sayang.
Di tengah perbedaan itu muncullah seorang anak berambut gimbal. Anak ini tampak terasing di tengah keramaian. Hanya dalam pelukan kasih sayang ayah dan ibunya, sang anak bisa merasa bahagia. Melalui ruwatan, pendampingan, dan pendidikan, sang anak pun dapat berdiri tegar dalam keterbatasannya.
Sekretaris Yayasan Dena Upakara Suster Crescentiana, PMY (Putri Maria dan Yosef) mengatakan, sendratari itu mengambil simbol anak berambut gimbal di daerah Dieng, Kabupaten Wonosobo, sebagai bentuk keterbatasan manusia. “Anak-anak di Yayasan Dena Upakara memiliki keterbatasan dalam mendengar. Mereka datang ke Dena Upakara itu seperti mereka diruwat melalui pendidikan, sehingga mereka bisa terbebas dari keterbatasan itu. Mereka bisa lebih kreatif, berkembang, percaya diri, sehingga tidak minder,” kata Crescentiana.
Crescentiana menyampaikan, di sekolah luar biasa yang terdiri dari tingkat playgroup, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama itu terdapat 138 siswi yang mengalami keterbatasan dalam mendengar. Di sana, para penyandang tuna rungu mendapatkan pendidikan dan keterampilan antara lain berupa menjahit, salon, tata boga, serta bordir. “Dena Upakara terdiri dari dua kata. Dena artinya dina atau hina dina dan upakara artinya merawat. Jadi kami merawat yang hina dina. Mereka itu miskin. Miskin apa? Miskin bahasa, miskin komunikasi,” paparnya.
Pastor Paroki Gereja Santo Yoseph Purwokerto Agustinus Dwiyantoro, Pr mengapresiasi kehadiran dan penampilan para siswi dari Yayasan Dena Upakara tersebut dan melalui Paskah ini, umat diajak tetap bersatu dan bersemangat dalam pelayanan. “Perayaan ini digelar sebagai ungkapan syukur atas kehidupan menggereja. Ini mengajak kita untuk mengalami kebangkitan dan terang Kristus sehingga kita terbuka akan kekayaan karya Tuhan. Ada keterbatasan-keterbatasan seperti tidak mampu berbicara atau mendengar, tapi ini tidak menjadi halangan akan pernyataan kasih Tuhan,” kata Dwiyantoro.
Ratusan umat yang hadir juga tampak antusias menyaksikan penampilan sendratari tersebut. Mereka memberikan tepuk tangan yang meriah serta mengabadikan momen-momen adegan tarian yang indah dengan kamera telepon seluler. Tidak hanya menampilkan sendratari, para siswi dan suster pendamping juga membawa hasil karya mereka berupa baju batik, taplak meja, serta suvenir-suvenir kerajinan tangan untuk dijual dan menggalang dana.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.