logo Kompas.id
NusantaraHarga Anjlok, Bawang Merah...
Iklan

Harga Anjlok, Bawang Merah Dijadikan Bibit

Oleh
· 3 menit baca

BREBES, KOMPAS — Curah hujan tinggi pada masa panen di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mengakibatkan anjloknya harga bawang merah di tingkat petani. Ketimbang merugi, sebagian besar petani memilih menjadikan bawang sebagai bibit.Sukidin (65), petani bawang asal Desa Banjaranyar, Kecamatan Brebes, Selasa (18/4), mengatakan, dari lahan 0,2 hektar miliknya hanya dihasilkan 5 kuintal bawang. Pada kondisi cuaca normal, hasil panen mencapai 2 ton bawang merah kualitas baik. "Daunnya pecah. Sebagian bawang busuk hingga akarnya. Dengan kualitas itu, paling tinggi ditawar Rp 7.500 per kg, padahal biasanya lebih dari Rp 10.000 per kg. Jika saya jual, cuma dapat Rp 5 juta. Padahal, biaya produksi lebih dari Rp 10 juta," ujarnya. Karena itu, ia memilih membawa pulang bawang untuk dijadikan bibit. Bibit itu akan ditanam kembali tiga bulan mendatang. Kondisi lebih parah dialami Slamet (58), petani asal Desa Luwungragi, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. Tanaman bawang seluas 0,2 hektar gagal panen. "Sekarang saya jadi buruh tani untuk mengumpulkan modal beli bibit," katanya. Kepala Seksi Pengendalian Pasar Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan Kabupaten Brebes Budhi Sutrisno mengatakan, harga pada masa panen kali ini cenderung rendah. Dari Cirebon, Jawa Barat, dilaporkan, 1.298 hektar padi gagal tanam akibat banjir yang melanda kabupaten itu awal 2017. Daerah yang terendam antara lain Kecamatan Gebang, Gunung Jati, dan Kecamatan Gegesik yang merupakan sentra tanaman padi. Hal itu rawan mengurangi produksi padi di Cirebon. "Dengan rata-rata biaya tanam Rp 3 juta per hektar, total kerugian petani sedikitnya Rp 3,8 miliar," ujar Kepala Seksi Serealia Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Iwan Mulyawan, Selasa. Irigasi Pengelolaan daerah aliran sungai, termasuk jaringan irigasi pertanian pada hampir semua sentra pertanian di Jateng, belum terpadu. Kondisi itu menyebabkan tingkat kebocoran irigasi tinggi sehingga produksi pertanian tidak optimal. Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Jateng Prasetyo Budie Yuwono mengatakan, saat ini kewenangan pengelolaan irigasi Dinas PSDA terbatas. Mereka hanya mengelola jaringan dari primer hingga sekunder. Di luar itu, kewenangan hanya sejauh 50 meter dari jaringan badan bendung atau embung menuju ke saluran tersier.Saluran tersier merupakan saluran irigasi dari jaringan irigasi sekunder ke hamparan lahan persawahan di pedesaan. "Pengelolaan dan perawatan jaringan tersier diserahkan kepada petani didukung dinas pertanian setempat," ujar Prasetyo.Anggota Dewan Sumber Daya Air Jateng, Kaspono, mengatakan, petani tidak mampu merawat dan memperbaiki irigasi karena panjangnya jaringan.Prasetyo mengusulkan, pengelolaan irigasi disatukan dalam pengelolaan terpadu Dinas Pekerjaan Umum dan Pengelolaan Sumber Daya Air di tingkat provinsi dan kabupaten. (WHO/IKI/DIT)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000