YOGYAKARTA, KOMPAS — Akses keluar-masuk permukiman warga RW 002 Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta, terhalang tembok batu bata setinggi 1 meter. Tembok dibangun oleh pemilik lahan seluas 3.119 meter persegi di wilayah tersebut dengan alasan perlindungan aset.
Dihubungi Minggu (14/5), kuasa hukum pemilik lahan, Linggar Afriyanto, menyatakan, pembangunan tembok bata dan pagar besi yang mengelilingi lahan dilakukan sebagai upaya pengamanan aset. Pihaknya mengaku telah berkonsultasi dengan pihak kecamatan setempat.
”Tembok yang kami bangun hanya 1 meter. Warga juga sudah kami tawarkan untuk dibuatkan akses jalan lain, tetapi sampai sekarang belum ada kesepakatan,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Satpol PP Kota Yogyakarta menyegel lahan kosong di Kelurahan Gowongan (dalam Kompas Sabtu 13/5 tertulis Kelurahan Bumijo), Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Jumat lalu. Selain tak punya izin mendirikan bangunan (IMB), pembangun tembok yang menutupi akses jalan dinilai mengganggu kenyamanan warga.
Linggar tidak menampik jika pihaknya memang tidak memiliki IMB karena proyek pembangunan di atas lahan tersebut belum akan dilakukan dalam waktu dekat. Pemilik belum memastikan pemanfaatan lahan, baik untuk pembangunan gedung bertingkat maupun rumah perorangan.
”Jika sebelumnya ada isu yang mengatakan akan dibangun apartemen, itu kan baru dari satpol PP dan warga. Pemilik cenderung akan memanfaatkan lahan untu dibangun rumah singgah untuk keluarga besar,” ujarnya.
Dia menilai penyegelan yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Yogyakarta tidak etis karena pihaknya belum pernah sekalipun mendapat surat peringatan dan pemberitahuan dari instansi berwenang.
Kepala Bidang Pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta Setiyono memastikan instansinya belum menerima pengajuan IMB dari pemilik lahan. Padahal, jika mengacu Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang bangunan gedung, pembangunan tembok bata tetap harus mengantongi izin.
”Kecuali kalau pemilik lahan tidak membangun tembok menggunakan batu bata, tetapi hanya berupa pembatas dari kayu ataupun seng,” kata Setiyono.
Pelanggar perda tersebut akan dikenakan sanksi berupa denda maksimal Rp 50 juta dan atau kurungan maksimal 3 bulan. Meski termasuk dalam tindak pidana ringan, Setiyono mengingatkan agar semua warga dan institusi mematuhi aturan tersebut.
Jalan terlalu sempit
Ketua RW 002 Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, Sutedjo (68) mengatakan, warga menolak rencana akses jalan dari pemilik lahan karena dinilai terlalu sempit. Untuk bisa keluar ke jalan raya, warga hanya dapat melalui gang sempit dengan lebar 60-80 sentimeter.
”Semisal ada warga kami yang meninggal dunia, keranda mayatnya tidak akan muat. Kemudian kalau ada rumah di RW ini yang kebakaran, mobil pemadam kebakaran tidak akan bisa masuk,” ujarnya.
Jika sebelumnya akses dari RT 006 dan RT 009 menuju jalan raya hanya perlu ditempuh tidak sampai tiga menit berjalan kaki, dengan adanya tembok dan pagar permanen warga harus berputar dan menghabiskan waktu hampir sepuluh menit.
Jika mengacu Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang bangunan gedung, pembangunan tembok bata tetap harus mengantongi izin.
Sejumlah warga sejak Sabtu (13/5) mencoba merobohkan tembok yang mulai dibangun sejak dua minggu lalu. Selain menghalangi akses dari permukiman menuju jalan raya, tembok tersebut juga menutupi satu-satunya jalan untuk keluar masuk dua bangunan rumah di RT 006.
”Warga sendiri yang berinisiatif merobohkan karena warga sudah capek juga harus melompat tembok hanya untuk keluar masuk rumah,” kata Sutedjo.