logo Kompas.id
NusantaraLingga Kehilangan Triliunan...
Iklan

Lingga Kehilangan Triliunan Rupiah

Oleh
· 4 menit baca

BATAM, KOMPAS — Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, setiap tahun kehilangan potensi pendapatan triliunan rupiah karena tidak mengelola sumber air baku. Cadangan air baku di Lingga jauh melebihi kebutuhan warga kabupaten kepulauan itu.Bupati Lingga Alias Wello menuturkan, dari satu sumber saja, Lingga kehilangan Rp 2,4 triliun per tahun. Setiap detik, air terjun Jelutung di Desa Metunda mengalirkan 6 meter kubik. "Seluruhnya terbuang ke laut karena kami belum bisa memanfaatkan. Jika dijual Rp 13.000 per meter kubik, harga rata-rata termurah air di Sumatera, kami bisa mendapat Rp 2,4 triliun setahun," kata Wello, Sabtu (13/5) di Batam, Kepulauan Riau.Jika menghitung 12 sumber air lain, kerugian Lingga semakin besar. Namun, Lingga tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi kerugian itu. Kebutuhan air Lingga tidak sebanyak itu. "Kami tidak bisa mengalirkan air ke tempat lain yang mungkin lebih membutuhkan," ujarnya.Lingga sebenarnya mengincar Batam sebagai daerah penerima limpahan air itu. Batam dipilih karena kota itu hanya punya cadangan air terbatas. Batam hanya mengandalkan waduk-waduk tadah hujan sebagai sumber air. Batam tidak punya cadangan air bawah tanah seperti daerah. Dari enam waduk di Batam, satu sudah tidak beroperasi karena rusak parah, yakni Dam Baloi. Dua waduk lain di kawasan Sungai Harapan dan Nongsa, dalam kondisi rawan. Kemarau lebih dari tiga bulan akan membuat waduk itu mengering. Kerusakan dipicu pendangkalan dan kehilangan daerah resapan air.Andalan Batam tinggal waduk Duriangkang dan Muka Kuning. Sementara Waduk Tembesi belum bisa digunakan karena proses desalinisasi belum selesai. Waduk Tembesi adalah teluk yang dibendung. Untuk membuat air menjadi tawar, butuh curah hujan tinggi dan lama sehingga air asin berganti menjadi air tawar. Wello mengatakan, butuh pipa bawah laut hingga 120 kilometer untuk mengalirkan air dari Lingga ke Batam. Biaya pembangunannya diperkirakan Rp 500 miliar. Investasinya bisa dikembalikan dalam setahun masa operasi atau sejak air mulai dipasarkan.Pakar air dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Arie Herlambang, mengatakan, air dari Lingga tidak perlu pengolahan. Kualitas air Lingga lebih baik dibandingkan dengan mata air di sekitar Gunung Slamet di Jawa Tengah dan Bogor. Padahal, selama ini mata air di Gunung Slamet dan Bogor dikenal sebagai salah satu sumber air berkualitas baik di Indonesia. Air di Metunda, kata Arie, tak perlu pengolahan dan siap diminum. Indeks kandungan pencemarnya hanya tiga, sedangkan mata air Bogor sekalipun mencapai 10. "Sangat baik untuk kesehatan," katanya.Air limbahBadan Pengusahaan (BP) Batam sebagai pengelola seluruh waduk di Batam mulai mengelola air limbah secara terpadu. Pengolahan dilakukan untuk mencegah limbah mengalir ke waduk satu-satunya sumber air di kota itu.Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro mengatakan, cadangan air di Batam amat terbatas. Karena itu, pemanfaatan semua cadangan dan bentuk air harus optimal. Dengan pengolahan, limbah cair bisa didaur ulang menjadi air untuk sejumlah keperluan.Pengolahan juga untuk mencegah limbah cair mengalir ke waduk. Selama ini, waduk menjadi andalan sumber air di Batam yang tidak punya sungai dan akuifer. Fasilitas pengolahan terpadu, lanjut Hatanto, seharusnya mulai dibangun sejak 2016. Namun, BP Batam terpaksa menunda karena mencari teknologi yang paling tepat. Setelah mendapat teknologi yang sesuai, fasilitas itu mulai dibangun di kawasan Bengkong. Fasilitas itu akan dilengkapi jaringan pipa 114 kilometer dan bisa melayani areal seluas 18,3 kilometer persegi. Di fasilitas terpadu itu, total kapasitas pengolahan mencapai 19.280 meter kubik limbah cair setiap hari. Air hasil pengolahan bisa dipakai untuk mencuci atau mandi. Kalau untuk jadi air minum, harus ada pengolahan lebih lanjut. Pada tahap awal, BP Batam akan membangun jaringan untuk menjangkau 11.000 rumah. Jaringan dibangun dalam 30 bulan. Biayanya mencapai 43 juta dollar Amerika Serikat (AS) dan berasal dari pinjaman lunak yang diberikan Korea Selatan. Jika tahap pertama selesai, proyek bisa mengolah 20.000 meter kubik limbah cair setiap hari.Jumlah itu sangat signifikan dan bisa mengurangi beban Waduk Duriangkang. Selama ini, hampir seluruh limbah cair langsung dialirkan ke Waduk Duriangkang, yang memasok 70 persen kebutuhan air Batam.Selain limbah cair, beban lain bagi waduk itu adalah pencemaran dari peternakan ilegal. Limbah peternakan babi, ayam, dan ikan masuk ke waduk tanpa diolah lagi. Bulan lalu, seluruh peternakan ilegal itu digusur. Dalam penggusuran terakhir, tidak ada lahan pengganti bagi peternak. Beberapa tahun lalu, BP Batam pernah memberikan lahan pengganti kepada peternak ilegal itu. (RAZ)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000