logo Kompas.id
NusantaraPekerja Jabar Kalah Bersaing
Iklan

Pekerja Jabar Kalah Bersaing

Oleh
· 4 menit baca

BANDUNG, KOMPAS — Para tenaga kerja asal Jawa Barat tak mampu memanfaatkan peluang kerja pada kawasan-kawasan industri yang bertebaran di provinsi ini. Mereka kalah bersaing dengan pekerja dari luar, padahal 54 persen industri manufaktur nasional berada di provinsi berpenduduk paling padat di Indonesia itu.Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Hening Widiatmoko mencontohkan, di kawasan industri Kabupaten Karawang lebih dari 60 persen tenaga kerja diisi oleh pekerja dari luar. "Banyak juga warga Jabar yang bisa mengakses peluang kerja di pusat industri itu, tetapi pada level rendah. Mereka mengisi ruang tenaga petugas satpam. Ini sebenarnya tidak kita harapkan," ujarnya, di Bandung, Rabu (17/5). Menurut informasi dari pelaku usaha/industri, mereka tidak menemukan tenaga kerja lokal yang kompetensinya diperlukan oleh perusahaan. "Jadi, ini murni karena persaingan terbuka melalui kompetensi," ujar Hening dalam seminar nasional bertema "Mengembangkan Industri Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan dalam Mendukung Perekonomian Daerah dan Nasional", di Bandung, kemarin. Berdasarkan data di Pemerintah Provinsi Jawa Barat, rata-rata lama sekolah di Jabar belum sampai 9 tahun, masih SMP atau belum lulus SMP. Di lain pihak, sektor industri memiliki kewajiban untuk menggunakan sumber daya manusia Jabar. Jika pelaku usaha/industri tidak menemukan pekerja yang diperlukan sesuai kompetensinya, mereka mencari pekerja dari luar.Karena itu, dengan pengambilalihan pengelolaan sekolah menengah kejuruan (SMK) dari kabupaten/kota, Pemprov Jabar berupaya meningkatkan kompetensi lulusannya agar siap bekerja di sektor industri. Program ini sekaligus disiapkan dalam menghadapi era perdagangan bebas. "Ada tenaga yang memiliki keahlian masuk ke Jabar, mengapa Pemprov juga tidak melakukan penyiapan tenaga yang berkompeten dari dalam," ujarnya. Pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan, Bandung, Acuviarta Kurtubi menambahkan, sebagian besar industri manufaktur di Jabar berbahan baku impor, terutama industri mesin dan logam. Dengan demikian, kecil sekali menggunakan kandungan lokal, termasuk pekerjanya. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi calon tenaga kerja menjadi sangat krusial.PemaganganSebelumnya, Ketua Vokasi dan Produktivitas Industri yang juga Wakil Bupati Karawang Ahmad Zamakhsyari meminta para lulusan SMK, khususnya di Kabupaten Karawang, menyiapkan diri menghadapi persaingan yang sangat ketat di pasar kerja. Kesiapan itu diperlukan karena sejak April ini Karawang menjadi percontohan Pemagangan Nasional yang nantinya sertifikat kompetensi akan dominan menjadi persyaratan kerja.Akhir April, Ahmad Zamakhsyari melepas 456 lulusan SMK Texar Klari, Karawang, mengikuti program Pemagangan Nasional. Dalam program itu, 22 perusahaan besar, seperti PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia dan PT Honda Logistic di Karawang, terlibat dalam menyerap ratusan peserta magang. Program Pemagangan Nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dimulai pertengahan April lalu. Ini ditandai dengan penyematan tanda peserta magang oleh Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri, di Pemkab Karawang, Kamis (13/4). Sebelumnya, ditandatangani nota kesepahaman antara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karawang dan perusahaan serta penandatanganan perjanjian pemagangan antara peserta magang dan perusahaan.Bupati Karawang Cellica Nurrachadianna mengatakan, masalah ketenagakerjaan merupakan isu utama yang terus didengungkan dan diperjuangkan oleh Pemkab Karawang. "Kami berharap anak-anak muda terus meningkatkan kreativitas, ilmu pengetahuan, dan keterampilan agar sertifikasi kompetensi melalui proses pemagangan dapat terwujud," ujar Cellica. Dengan demikian, anak-anak muda di Karawang mampu menjadi pemuda yang berprestasi dan dapat bekerja di perusahaan besar di Karawang. Kalah bersaing Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, sekitar 60 persen dari angkatan kerja Indonesia adalah lulusan SD dan SMP. Keterbatasan pendidikan menyebabkan mayoritas angkatan kerja Indonesia menjadi kurang bersaing.Keterbatasan pendidikan itu menyebabkan para lulusan SD dan SMP sulit untuk mengembangkan diri. Dengan keterbatasan itu, mereka merasa tidak mungkin melanjutkan pendidikan, tidak memiliki modal untuk menjadi wirausaha, dan hanya bisa mendaftarkan diri untuk bekerja di industri padat karya."Karena keterbatasan pendidikan dan keterampilan kariernya juga terbatas. Mereka bisa puluhan tahun bekerja di tempat yang sama," kata Hanif saat ditemui di Kota Yogyakarta, DIY, Rabu. Rendahnya pendidikan ini akhirnya juga turut menambah masalah kemiskinan di Indonesia. "Rendahnya pendidikan dan pendapatan menjadi bagian dari rantai kemiskinan yang terus berulang, menjadi siklus yang terus berputar tanpa putus," ujarnya.Dengan mempertimbangkan kondisi itu, Hanif mengatakan, semua perusahaan, Kadin, dan Apindo di semua daerah mau bekerja sama dengan pemerintah. Mereka mau melakukan program pelatihan atau pemagangan untuk meningkatkan kompetensi.Tahun ini, Hanif mengatakan, pemerintah juga menyelenggarakan program pemagangan dengan target peserta 200.000 orang. Untuk sementara ini, jumlah peserta pemagangan baru terdaftar 163.000 orang.Program pemagangan terbuka bagi lulusan pendidikan apa pun. "Saat ini, kami tidak mempersoalkan latar belakang pendidikannya karena tujuan penting dari program pemagangan ini adalah meningkatkan kompetensinya," ujarnya. (EGI/dmu)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000