AMBON, KOMPAS — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengimbau semua pihak agar menghindarkan anak-anak dari paham radikal. Selain di lingkungan tempat tinggal dan sekolah, paham radikal dan provokasi bernuansa SARA mudah diakses anak melalui internet lewat telepon pintar.
Dengan begitu, pikiran anak akan mudah terpengaruh dengan hasutan yang belakangan sangat gencar. ”Yang memegang peranan paling penting di sini adalah orangtua. Selanjutnya sekolah,” kata Yohana seusai menghadiri kampanye ”Bersama Lindungi Anak” di Gedung Islamic Center, Kota Ambon, Maluku, pada Rabu (24/5).
Dari pantauan Kompas di media sosial, dinamika politik yang terjadi di Jakarta yang diwarnai isu SARA ramai ditanggapi anak dan remaja. Tak tanggung-tanggung, mereka berani menulis status untuk menyerang agama dan suku lain.
”Anak-anak cepat sekali terpengaruh itu sebenarnya saya pikir karena skenario politik. Anak-anak itu sebenarnya mereka tidak paham tentang politik, tentang radikalisme, tapi karena pengaruh orang besar (elite politik),” kata Yohana.
Menurut dia, kondisi Indonesia saat ini berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Sebab, anak sudah dengan mudah mengakses informasi. Pihaknya sedang mengkaji seberapa jauh pengaruh tersebut. ”Mari semua pihak termasuk juga media untuk melindungi anak. Anak kita adalah cerminan masa depan bangsa,” ujarnya.
Selain itu, Kementerian PPPA juga sudah memetakan sejumlah daerah yang punya potensi rawan akan pengaruh buruk tersebut untuk segera dilakukan pendampingan. Sasaran utama adalah para orangtua agar selalu melindungi anak mereka dan tidak merasuki anak dengan perspektif atau paham yang dapat merusak pikiran anak.
Sejumlah kementerian akan dilibatkan. Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menangani lewat jalur pendidikan di sekolah-sekolah. Para guru harus diberi pemahaman dan diingatkan untuk tidak boleh membawa ajaran yang merusak pikiran anak. Anak terus dibekali dengan pengetahuan tentang kebinekaan dan menghargai perbedaan.
Kurikulum pendidikan
Gubernur Maluku Said Assagaff yang hadir dalam acara itu mengatakan, untuk kurikulum muatan lokal tingkat SMA/SMK akan dimasukkan materi tentang keberagaman Maluku, yakni budaya pela dan gandong. Pela dan gandong mengajarkan tentang persaudaraan. Maluku yang pada belasan tahun silam pernah dilanda konflik sosial bernuansa agama dinilai rawan disusupi paham radikalisme.
Said juga meminta sekolah untuk melarang murid membawa telepon seluler (HP) ke dalam ruang kelas. Murid cenderung tidak serius mengikuti kegiatan belajar-mengajar.
”Saya meminta bupati dan wali kota untuk mendukung ini. Kalau perlu peraturan gubernur saya akan segera keluarkan,” katanya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.