Peminum Minuman Keras Diusulkan untuk Didenda Rp 10 Juta
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebanyak 1.279 botol minuman keras dan 889 knalpot ”blombongan” dimusnahkan oleh jajaran Kepolisian Resor Magelang, Jawa Tengah, Jumat (26/5). Baik botol minuman keras maupun knalpot tersebut hasil sitaan Polres Magelang dalam kegiatan cipta kondisi menjelang Ramadhan yang dilakukan dalam dua minggu terakhir.
Kepala Polres Magelang Ajun Komisaris Besar Hindarsono mengatakan, knalpot dan miras tersebut ibarat menjadi ”satu paket” yang kerap meresahkan masyarakat. ”Sembari kebut-kebutan dengan sepeda motor yang bersuara bising, mereka para peminum minuman keras tersebut mengganggu ketenangan lingkungan sekitar dengan mabuk-mabukan di tengah jalan, atau di sekitar kawasan perkampungan,” ujarnya.
Pemusnahan tersebut dengan menggilas botol minuman keras dan knalpot dengan alat berat. Knalpot ”blombongan” adalah knalpot yang telah dimodifikasi sehingga menimbulkan suara bising. Selain meresahkan lingkungan sekitar, Hindarsono mengatakan, hal itu akan berdampak lebih luas, mengganggu iklim berwisata di Kabupaten Magelang.
”Suasana bising dan pemandangan warga yang mabuk-mabukan di jalan jelas akan mengganggu dan membuat wisatawan enggan untuk datang berkunjung ke Kabupaten Magelang,” ujarnya.
Selain itu, ujarnya, dampak lebih buruk lagi dari konsumsi minuman keras adalah menimbulkan kematian serta beragam konflik sosial, antarpemuda, antarkampung, atau antarkelompok tertentu. Ke depan, Hindarsono mengatakan, pihaknya berharap agar Pemerintah Kabupaten Magelang juga mendukung penanggulangan penggunaan minuman keras dengan memperberat sanksi pengguna minuman keras dalam perda. ”Selama ini, warga santai saja mengonsumsi miras karena mereka hanya dikenai pelanggaran tindak pidana ringan dan hanya dibebani membayar denda Rp 200.000,” ujarnya.
Asisten I Pemerintah Kabupaten Magelang Eko Triyono mengatakan, ke depan, pihaknya akan menindaklanjuti hal tersebut dengan memperberat denda bagi pengguna minuman keras. ”Jika sebelumnya hanya dibebani denda Rp 200.000, ke depan kami akan berupaya mengubahnya, menjadi Rp 10 juta atau lebih,” ujarnya.