BANJARMASIN, KOMPAS – Peredaran narkotika dan obat-obatan berbahaya di wilayah Kalimantan Selatan sudah tergolong cukup parah. Kondisi itu pun mendapat perhatian serius dari Komisi III DPR RI saat berkunjung ke Banjarmasin, Jumat (26/5/2017). Mereka meminta aparat penegak hukum dan semua pihak terkait lebih mengoptimalkan upaya pencegahan.
Seusai pertemuan di Aula Bhayangkari Mathilda Batlayeri Kepolisian Daerah Kalsel di Banjarmasin, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa mengatakan, pihaknya sudah mendengar masukan dari Polda Kalsel, Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalsel, dan Kejaksaan Tinggi Kalsel terkait peredaran narkoba di Kalsel.
”Dari gambaran yang disampaikan para mitra Komisi III tersebut, kami menyimpulkan bahwa peredaran narkoba di Kalsel sudah cukup parah. Untuk penindakannya, aparat penegak hukum sudah maksimal, tetapi pencegahannya belum maksimal,” ujar Desmond.
Menurut Desmond, selama ini, yang dimaksimalkan hanya upaya penindakan. Akibatnya, penjara-penjara di Kalsel mengalami over-kapasitas. Sebagian besar yang berada di penjara adalah orang-orang yang terjerat kasus narkoba.
Untuk lebih mengoptimalkan pencegahan, lanjut Desmond, pintu-pintu masuk narkoba harus dijaga ketat. Koordinasi antar-polda juga harus ditingkatkan. ”Narkotika dan obat-obatan berbahaya tentu tidak akan beredar luas kalau pencegahannya sudah maksimal,” ujarnya.
Kepala Polda Kalsel Brigadir Jenderal (Pol) Rachmat Mulyana mengakui bahwa upaya pencegahan narkoba selama ini masih kurang maksimal. ”Antara pencegahan dan penindakan itu masih berbanding terbalik. Penindakan memang sudah bagus, tetapi pencegahannya masih kurang,” tuturnya.
Dalam waktu dekat, kata Rachmat, Polda Kalsel akan membuat nota kesepahaman dengan aparat penegak hukum lainnya dalam rangka mengoptimalkan pencegahan. Dalam hal ini, pemerintah daerah juga akan dilibatkan. ”Pemda dilibatkan karena harus ikut bertanggung jawab terhadap masyarakatnya yang menyalahgunakan obat-obatan berbahaya, seperti obat daftar G,” katanya.