BATAM, KOMPAS — Telepon seluler sitaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berjumlah ribuan unit terancam rusak di Batam, Kepulauan Riau. Barang-barang sitaan dari penyelundup itu hanya bisa disimpan selama tidak ada perintah lain dari negara.
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam Noegroho Wahyu Widodo mengatakan, ribuan ponsel itu disita dari berbagai penyelundup. Setelah disita, statusnya menjadi barang milik negara. ”Kami hanya menyimpankan. Negara yang memutuskan barang-barang itu akan diapakan. Sampai sekarang, tidak ada perintah apa-apa untuk ponsel-ponsel ini. Jadi, tetap kami simpan,” katanya, Kamis (8/6), di Batam.
Semua barang sitaan petugas Bea dan Cukai memang dijadikan barang milik negara (BMN). Kementerian Keuangan sebagai lembaga yang membawahi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bisa memutuskan BMN akan diekspor ulang, dilelang, dihibahkan, atau dimusnahkan.
Ponsel di gudang Ditjen Bea dan Cukai di Batam memang bisa jadi akan rusak atau ketinggalan zaman. Namun, risiko itu harus ditanggung jika tidak ada perintah apa pun dari pemerintah pusat kepada Bea dan Cukai Batam. Barang-barang itu tidak bisa dibuang begitu saja saat sudah rusak karena bisa mencemari lingkungan.
Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi KPU Bea dan Cukai Batam R Evy Suhartantyo menuturkan, secara berkala memang ada hibah BMN di Ditjen Bea dan Cukai. Hibah antara lain diterima delapan yayasan di Batam. Mereka mendapatkan sepeda, komputer jinjing, dan sembako. ”Karena sudah ada izin untuk hibah, kami serahkan kepada masyarakat. Setiap kelompok masyarakat yang membutuhkan dapat mengajukan permohonan hibah atas BMN hasil sitaan Bea dan Cukai,” katanya.
Selama ini, kantor-kantor Bea dan Cukai Kepri menghibahkan sejumlah BMN ke berbagai yayasan sosial. Lembaga itu dipilih karena memiliki identitas yang jelas dan bisa mempertanggungjawabkan BMN yang dihibahkan. Selain itu, penyaluran melalui lembaga-lembaga tersebut memastikan BMN diterima masyarakat yang membutuhkan.
Hibah barang merupakan salah satu cara pemanfaatan barang sitaan. Barang selundupan dapat pula dikembalikan ke negara asal dengan biaya ditanggung pelaku. ”Jika barangnya dianggap membahayakan, bisa dimusnahkan,” ujarnya.
Kategori berbahaya bisa bermacam-macam. Barang dapat dinyatakan berbahaya jika diduga membawa organisme yang bisa merusak pertanian dalam negeri. Bahaya dapat pula berupa ancaman terhadap produk nasional. Hal itu antara lain diberlakukan pada pakaian bekas.
”Produk garmen nasional terganggu karena ada pakaian bekas dalam negeri. Belum lagi potensi penyakit yang mungkin menempel pada pakaian bekas. Karena itu, biasanya pakaian bekas dibakar,” kata Evy.