logo Kompas.id
NusantaraKonsumsi Gas Meningkat
Iklan

Konsumsi Gas Meningkat

Oleh
· 3 menit baca

MEDAN, KOMPAS — Konsumsi gas di Medan dan sekitarnya meningkat setelah pemerintah menurunkan harga gas di Sumatera Utara, dari 12,22 dollar AS per MMBTU menjadi 9,95 dollar AS per MMBTU. Penurunan dilakukan April lalu dan berlaku surut per 1 Februari 2017. Sebelum penurunan harga, konsumsi gas di Sumut berkisar 8,6 juta MMBTU, kini rata-rata menjadi 12,5 juta MMBTU per bulan. "Kadang-kadang naik menjadi 14,5 juta MMBTU, tetapi rata-rata per bulan tetap 12,5 juta MMBTU," kata Sales Area Head PT PGN Medan Saeful Hadi di Medan, Minggu (18/6). Dengan penurunan harga sesuai dengan Kepmen ESDM nomor 434K/12/MEM/2017 itu, kontrak pembelian gas perusahaan juga telah disesuaikan. Kepmen 434K/12/MEM/2017, konsumsi gas di Sumut dibatasi hanya 12,5 juta MMBTU.Saeful mengatakan, setelah penurunan harga, industri di Sumut mulai menggeliat. Banyak perusahaan yang menambah pasokan gasnya. "Awalnya ada wacana penurunan harga pada industri tertentu. Namun, pelanggan berharap jangan ada pembedaan sehingga semua industri menikmati penurunan harga," ujarnya. Penurunan harga dimungkinkan karena pasokan gas PGN berasal dari sumur dan tidak lagi menggunakan LNG. Gas di Sumut dipasok dari tiga sumber, yakni Pertamina EP Pangkalan Susu, PHE NSO, dan Pase Triangle. Konsumsi gas di Sumut terus merosot setelah kenaikan harga gas yang sempat menyentuh 14 dollar AS per MMBTU pada 2015 karena ketiadaan pasokan gas. Banyak industri beralih menggunakan bahan bakar lain. Padahal sebelum tahun 2000, konsumsi gas mencapai lebih dari 25 juta MMBTU. Namun, industri yang berbahan baku gas, seperti industri sarung tangan, keramik, dan barang pecah belah, tidak memiliki pilihan lain. Belasan perusahaan tutup dan mengurangi produksi. Di sisi lain, energi gas diharapkan oleh industri karena bersih.Namun, menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Pemakai Gas (Apigas) Sumut Johan Brien, penurunan harga gas belum bisa menggerakkan industri, terutama industri yang berdiri sendiri, bukan korporasi besar yang bergerak dari hulu ke hilir. Johan mencontohkan PT Indo Rub Nusaraya, perusahaan sarung tangan paling kecil di Sumut hanya menggunakan gas 25 persen. Adapun 75 persen sisa kebutuhan energi dipasok dari cangkang sawit karena harganya lebih murah 50 persen dari sawit. Belum bisa bergerakPerusahaan lain yang belum bisa bergerak di antaranya adalah perusahaan PT Ecogreen Oleochemical, pabrik kaca PT Abdi Raya Bakti, perusahaan sarung tangan PT Lateksindo, PT Universal, serta perusahaan baja PT Intanmas Indologam dan PT Intan Suar Kartika. Perusahaan itu, kata Johan, akan bergerak saat pemerintah menetapkan harga gas industri satu harga."Pemerintah perlu memperhatikan usaha-usaha yang kecil dengan memberikan prioritas penurunan harga pada mereka," kata Johan. Sebab, ada perusahaan yang mampu membayar kelebihan penggunaan gas (surcharge) dan ada yang tidak. Pemerintah bisa melihat kemampuan perusahaan dari pajak yang mereka. Perwakilan PT Intan Suar Kartika, Sutrisno, mengatakan, pihaknya tetap menggunakan gas antara 10.000-50.000 meter kubik per bulan. Mereka tidak melakukan penambahan gas dan tetap berharap harga gas kembali ke harga awal, yakni 8,7 dollar AS per MMBTU atau sama dengan harga gas industri baja BUMN, yakni 6 dollar AS per MMBTU.Terkait usulan kebijakan satu harga gas, kata Saiful, pihaknya sebagai operator hanya mengikuti aturan pemerintah. (WSI)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000