logo Kompas.id
NusantaraNelayan Cantrang Gamang
Iklan

Nelayan Cantrang Gamang

Oleh
· 3 menit baca

SEMARANG, KOMPAS — Kendati penggunaan alat cantrang ditoleransi hingga akhir 2017, para nelayan di pesisir utara Jawa Tengah enggan melaut. Belum adanya aturan hukum yang jelas menyebabkan nelayan kerap terhambat, baik saat menangkap ikan maupun mengurus izin kapal.Ketua Front Nelayan Bersatu (FNB) Wilayah Jawa dan Sumatera Bambang Wicaksono, Rabu (21/6), di Pati, Jawa Tengah, mengatakan, ribuan nelayan pantura memutuskan libur melaut lebih awal. Penyebabnya, kondisi di laut sudah tidak kondusif. "Normalnya, nelayan masih melaut hingga H-3 Lebaran, baru kemudian berlabuh. Kondisi penangkapan ikan menggunakan cantrang tidak kondusif, sering mendapatkan gangguan di laut dari petugas keamanan. Karena itu, nelayan memutuskan libur lebih awal," kata Bambang. Di wilayah pesisir utara Jateng, menurut Bambang, lebih dari 300 kapal nelayan berkapasitas di bawah 30 gros ton (GT) lebih awal berhenti beroperasi. Hal itu menyebabkan lebih dari 200.000 tenaga kerja, mulai dari nelayan, anak buah kapal, nakhoda, buruh kapal, pedagang ikan, hingga kuli panggul ikan di pelelangan, tidak lagi mendapat penghasilan.Nelayan di Pantai Wedung, Kabupaten Demak, Ahmad (40), mengatakan, melaut adalah satu-satunya cara bagi nelayan mendapatkan penghasilan. Dengan alat tangkap jaring arad yang penggunaannya juga bakal dilarang, 4-5 awak kapal bisa membawa pulang hingga Rp 1,2 juta selama tiga hari melaut. Pemerintah, melalui Surat Edaran Nomor B.664/DJP/PI.220/VI/2017 tentang perpanjangan masa peralihan alat penangkapan ikan pukat tarik dan pukat hela, menurut Bambang, telah mematikan kehidupan nelayan. Di surat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu, hanya kapal di bawah 10 GT yang bisa beroperasi hingga Desember 2017.Sementara kapal jaring arad di atas 10 GT hanya diperbolehkan beroperasi hingga April. "Surat edaran ini membunuh mata pencarian nelayan karena kapal hampir 70 persen nelayan di Jateng di atas 10 GT. Kalau mereka nekat melaut, akan ditangkap," ujar Bambang. Tidak mampuKetua Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI) Riyono menyatakan, SE itu sebenarnya juga mensyaratkan pelibatan pemerintah daerah dalam peralihan alat tangkap. Namun, hingga kini belum ada upaya nyata dari pemerintah daerah untuk menyediakan alat tangkap sesuai regulasi KKP.Sedikitnya 1.300 kapal di pesisir Pati, Demak, Kendal, Pekalongan, Rembang, Cilacap, dan Semarang, lanjut Riyono, belum mendapat penggantian alat cantrang. Alat tangkap yang sesuai regulasi KKP harganya berkisar Rp 1,5 miliar hingga Rp 3 miliar. Dana itu termasuk untuk penyediaan ruang pendingin (cold storage) supaya ikan hasil tangkapan tidak cepat membusuk selama pelayaran. "Nelayan tidak mampu jika dibiarkan mengganti sendiri," ucap Riyono. Riyono menilai, melalui serangkaian peraturan, usaha perikanan tangkap seolah dimatikan perlahan-lahan.Saat ini, menurut Riyono, nelayan dihadapkan pada dua persoalan besar. Pertama, ketiadaan akses modal untuk mengganti alat tangkap sesuai regulasi KKP. Kedua, nelayan juga tidak punya akses mendapatkan pinjaman modal dari kalangan perbankan, baik melalui kredit usaha rakyat maupun kredit lunak lain."Nelayan berharap Presiden Joko Widodo mengkaji ulang beberapa kebijakan KKP yang ternyata merugikan nelayan. Jangan sampai kehidupan nelayan dibuat gaduh," kata Riyono.Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng Lalu M Syafriadi menyatakan menerima banyak keluhan nelayan mengenai kejelasan masa penggunaan cantrang. Namun, karena belum ada aturan hukum resmi yang dapat digunakan untuk menerbitkan surat izin penangkapan ikan (SIPI), pemilik kapal cantrang yang ingin mengajukan perpanjangan izin belum bisa diproses. Padahal, kapal tanpa SIPI tidak boleh mencari ikan di laut. Hal ini yang membuat marak terjadi penangkapan kapal cantrang oleh petugas keamanan di laut. Dia mencatat, di Jateng terdapat 1.226 kapal cantrang yang perpanjangan SIPI-nya belum bisa diurus. Dia mengatakan, sebagian besar nelayan masih berutang di bank. Dari perbankan pun belum ada skema kredit khusus tentang peralihan alat tangkap. "Kami akan berkonsultasi dengan KKP untuk meminta kejelasan perpanjangan masa transisi penggunaan cantrang," ucapnya. (WHO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000