Ribuan orang tumpah ruah memadati jalanan di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, di hari kedua Lebaran. Seusai merayakan Lebaran sebagai tanda kemenangan melawan hawa nafsu, kini mereka merayakan kemenangan melawan buruknya serangan pagebluk dengan mengarak barong keliling desa.
Senin (26/6) sore, ribuan warga berkumpul di sepanjang jalan Desa Kemiren untuk melihat arak-arakan rombongan barong yang terdiri dari sepasang mempelai, penunggang kuda, dan sejumlah penari gandrung lanang yang diperankan para pria dengan beraneka kostum, seperti burung, macan, dan raksasa.
Di sepanjang perjalanan, dua pemimpin rombongan menebarkan uang koin, beras jagung, dan bunga kepada masyarakat di pinggir jalan. Anak-anak dan orang dewasa saling berebut koin yang disebar.
Arak-arakan kian semarak karena iringan gamelan yang mengentak tak pernah berhenti berbunyi. Rombongan berjalan dari pintu masuk desa ke salah satu rumah warga yang jauhnya sekitar 2 kilometer.
Setelah sampai di ujung perjalanan, rombongan akan kembali lagi ke titik awal di gerbang desa. Sebelum seluruh tradisi barong ider bumi berakhir, warga yang hadir melakukan jamuan makan atau yang dikenal dengan nama selametan. Menu yang dihidangkan ialah pecel pitek, kuliner tradisional khas Osing (suku asli Banyuwangi).
Budayawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan, menyebutkan, dimulainya tradisi barong di Desa Kemiren tidak diketahui secara pasti sejak kapan. "Catatan sejarah menyebut, pada 1931 ada pagebluk atau wabah penyakit menyerang Desa Kemiren. Saat itu, budaya barong ider bumi digunakan warga sebagai ritual pengusiran pagebluk," tuturnya.
Hasnan menilai, terjadi penggabungan antara Islam dan tradisi di Desa Kemiren.
"Barong ider bumi dapat diartikan sebagai perayaan kemenangan masyarakat Osing melawan wabah penyakit pagebluk. Sementara Lebaran adalah kemenangan atas hawa nafsu. Tradisi ini juga menjadi sarana warga berkumpul untuk saling bersilaturahim," ungkap Hasnan.
Tradisi barong ider bumi di Desa Kemiren diperkirakan sudah hidup sekitar 200 tahun. Hal itu disampaikan pendiri sanggar Barong Sapu Jagad, Sucipto (52), yang sekaligus dipercaya mendapat warisan barong pertama yang diciptakan sesepuh Desa Kemiren, Mbah Buyut Cili.
Barong itu telah diturunkan kepada enam orang. Masing-masing penerima warisan barong rata-rata mengemban tugas selama 40 tahun hingga akhirnya menurunkan barong kepada generasi berikutnya.
Sebagai generasi terakhir, Sucipto senang tradisi barong ider bumi juga diterima oleh masyarakat luas di luar Desa Kemiren. Ia berharap penyakit pagebluk tidak akan pernah menyerang Desa Kemiren lagi.
"Sekarang barong bukan untuk mengusir pagebluk, melainkan untuk mengusir segala keburukan dalam hidup manusia," kata Sucipto. (ANGGER PUTRANTO)