logo Kompas.id
NusantaraJangan Sampai Membebani Petani
Iklan

Jangan Sampai Membebani Petani

Oleh
· 3 menit baca

PADANG PARIAMAN, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terus mendorong pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Sumatera Barat tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi. Tujuannya demi mengejar produksi 3 juta padi ton pada 2017. Meski demikian, banyak pihak mengkhawatirkan sejumlah poin dalam surat edaran itu akan membebani petani.Marsilan (65), Ketua Persatuan Petani Organik Sumbar sekaligus Ketua Kelompok Tani Indah Sakato, Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, saat ditemui di Padang Pariaman, Senin (3/7), mengatakan, jangan sampai keinginan pemerintah untuk mengejar swasembada pangan justru membuat petani merasa terintimidasi. Terutama soal kewajiban menanam kembali setelah 15 hari panen dan pengambilalihan pengolahan oleh pihak ketiga jika lewat 30 hari. "Saya setuju dengan upaya khusus. Tapi, apakah ada jaminan untuk menyediakan alat dan mesin pertanian untuk mempercepat tanam. Karena tidak semua kelompok punya dan harus menyewa. Selain itu, kebutuhan air apakah bisa terpenuhi dalam jangka waktu yang ditentukan. Jangan sampai, karena memaksakan itu, jadi beban bagi petani," kata Marsilan.Pada Maret 2017, Gubernur Sumatera Barat mengeluarkan Surat Edaran tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi. Surat tersebut untuk mendukung pencapaian target swasembada pangan berkelanjutan melalui upaya khusus. Dalam surat tersebut disebutkan menggerakkan seluruh petugas terkait, termasuk TNI AD untuk mengajak petani agar segera menanam lagi padi sehabis panen sehingga tidak ada lahan yang kosong. Selain itu, petani harus menanam lagi lahannya 15 hari setelah panen. Jika tidak dikerjakan setelah 30 hari oleh petani, pengelolaan lahan diambil alih pihak Komando Rayon Militer (Koramil) bekerja sama dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pertanian Kecamatan setempat. Bahkan, seluruh biaya usaha tani ditanggung pengelola. Setelah panen biaya usaha tani dikembalikan kepada pengelola dan keuntungan dibagi dengan perbandingan 20 persen petani dan 80 persen untuk pengelola. Menurut Marsilan, tugas pemerintah mencukupkan kebutuhan pangan, tetapi tidak harus dengan membebani petani untuk menanam seperti yang tercantum dalam surat edaran. Pengambilalihan pengelolaan yang justru bisa memicu konflik. "Jika ingin mendorong swasembada, caranya harus tepat, misalnya dengan menyediakan kebutuhan sejak proses tanam hingga panen. Termasuk irigasi. Pascapanen juga harus ada kepastian, misalnya soal harga. Kalau itu terpenuhi, tanpa disuruh pun, petani akan giat menanam," ujar Marsilan. Ketua Komunitas Perhimpunan Petani Peduli Lingkungan Kabupaten Dharmasraya Paryoto mengatakan, "Sebenarnya, petani juga ingin lebih cepat menanam setelah panen. Tapi alat dan mesin pertanian terbatas. Pesan hari ini, harus nunggu seminggu lebih baru dapat giliran. Jadi susah melaksanakan surat edaran itu," kata Paryoto.Paryoto menambahkan, "Pemerintah hari ini hanya cerita soal swasembada beras, tetapi kadang kehilangan peran, misalnya saat panen raya. Hasil panen melimpah, tapi tidak terserap karena di pedagang menumpuk. Seharusnya pemerintah bisa memaksimalkan peran Bulog," paparnya.Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar Candra menyatakan, tidak ada niat membebani petani. Kami justru, ingin membantu petani mengolah lahan mereka. (ZAK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000