SEMARANG, KOMPAS — Pemberdayaan warga yang tinggal di kampung-kampung tematik di Kota Semarang, Jawa Tengah, menjadi hal penting supaya warga setempat tidak hanya menjadi penonton. Apalagi, tujuan kampung tematik paling utama untuk mengubah kampung kumuh agar kampung menjadi menarik bagi wisatawan.
”Pemerintah Kota Semarang harus terus mengupayakan warga di kampung-kampung tematik ikut diberdayakan. Seperti di Kampung Pelangi di Randusari yang sudah ramai dikunjungi wisatawan ternyata banyak warga jadi penonton saja,” kata Hanik Khoiru Sholikah, anggota komisi ekonomi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang, Selasa (25/7).
Di Kampung Pelangi, kampung berbukit-bukit di Gunung Brintik di kawasan Jalan Sutomo, dulunya kampung biasa saja. Namun, setelah ada lembaga masyarakat melakukan kerja bakti pengecatan tembok dan pagar rumah rumah, suasana kampung itu menjadi meriah. Warna-warni rumah warga pun telah menyerupai warna pelangi.
Hanik mengatakan, pemberdayaan warga diarahkan supaya mereka bisa membuka kafe untuk singgah wisatawan. Mereka bisa menjajakan minuman kopi dan makanan khas Kota Semarang dengan harga wajar. Kemudian, pihak pemkot segera membenahi sarana penunjang di kawasan Kampung Pelangi, seperti tempat kantong parkir kendaraan bermotor pengunjung.
Selama ini, karena belum tersedia tempat parkir, akhirnya kendaraan bermotor parkir di tepi jalan sehingga lalu lintas tersendat. Pedagang bunga yang berjualan jadi resah karena pelanggan susah cari tempat berhenti yang aman.
Kepala Kelurahan Randusari Edwin menyatakan, warga tidak menyangka Kampung Pelangi dapat jadi destinasi wisata alternatif setelah wisata Lawang Sewu, Sam Poo Kong, dan kawasan Kota Lama Semarang. Supaya warga dapat berpartisipasi dalam usaha wisata itu, pihaknya ingin ada pertunjukan seni lokal dari daerah petilasan Nyai Brintik.
Pengamat sosial dan dosen sosiologi Universitas Negeri Semarang, Tri Marhaeni Pudji, menilai, upaya Pemkot Semarang dalam pemberdayaan masyarakat di kampung kumuh melalui program kampung tematik jangan hanya berhenti pada kunjungan wisatawan. Warga setempat harus dilibatkan supaya dapat menikmati bisnis wisata yang berkembang di kampung tematik.
Menurut Tri Marhaeni, kelangsungan kampung tematik dapat lebih dijamin apabila ide, gagasan, dan pengelolaan kampung tematik berasal dari warga. Tanpa itu, maka kreativitas warga setempat justru akan mati.