MANADO, KOMPAS — Populasi hewan endemik Sulawesi Utara, yakni yaki (Macaca nigra), berkurang drastis hingga diperkirakan tersisa sekitar 5.000 ekor di hutan-hutan Sulawesi Utara. Hal serupa juga dialami hewan endemik lainnya, yakni babirusa, yang kini nyaris hilang di Sulawesi Utara akibat perburuan oleh manusia.
Harry Hilser, manajer program dan pemimpin tim peneliti Yayasan Selamatkan Yaki di Manado, Sulut, Jumat (28/7), menyatakan kekhawatirannya atas penurunan populasi yaki di Hutan Tangkoko, Kota Bitung. Hal tersebut seiring makin menyempitnya habitat hewan yang dikenal juga dengan nama monyet hitam sulawesi tersebut.
Menurut dia, dalam kurun waktu 40 tahun, populasi yaki berkurang 80 persen. Penurunan populasi disebabkan berkurangnya daerah habitat dan perburuan oleh manusia yang menjadikan yaki sebagai makanan.
Ia mengatakan, pembangunan fisik berupa jalan dan sejumlah bangunan rumah warga di hutan lindung Tangkoko mengurangi luas area habitat yang akhirnya mengancam kehidupan satwa itu.
”Kami berkampanye di mana-mana tentang pentingnya menjaga habitat yaki di hutan Tangkoko,” kata Hilser.
Hutan lindung Tangkoko hingga Batuangus memiliki luas areal 88,67 kilometer persegi. Hutan yang terletak di dataran rendah tersebut merupakan tempat penting bagi kehidupan satwa endemik Sulawesi Utara.
”Yaki pantat merah ini cuma ada di Sulawesi Utara, sayang kalau rumah besar mereka di Tangkoko rusak,” kata Hilser yang berasal dari Inggris.
Hilser mengaku sudah empat tahun melakukan advokasi ke masyarakat agar tidak memburu yaki. Menurut Hilser, Pulau Sulawesi memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia yang memiliki satwa endemik cukup banyak dan bervariasi, antara lain 25 persen spesies burung di dunia dan 62 persen spesies mamalia dengan 98 persen spesies kelelawar hidup di Sulawesi.
Kekhawatiran serupa disampaikan Mercy Summers, perempuan asal Inggris yang bergabung dalam Aliansi Konservasi Tompotika atau Alto, terkait populasi babirusa di Sulawesi. Ia mengatakan, babirusa sudah jarang ditemui di hutan Sulawesi.
Menurut dia, habitat babirusa tersisa di wilayah Bolaang Mongondow Selatan yang memiliki hutan yang lebat dan luas. Habitat babirusa lainnya terdapat di Provinsi Gorontalo dan Banggai, Sulawesi Tengah.
Summers mengatakan, hilangnya habitat babirusa di sebagian hutan di Sulawesi Utara disebabkan satwa itu diburu dan diperdagangkan untuk kebutuhan konsumsi. Tubuh babirusa yang padat berisi dan lebih besar dari babi hutan menjadi santapan masyarakat di Minahasa.
”Tentu kami sangat prihatin, sebab di seluruh dunia, babirusa hanya ada di Pulau Sulawesi,” katanya. Babirusa adalah satwa langka yang hanya melahirkan satu anak dari proses kehamilannya dalam periode satu tahun.
Babirusa memiliki panjang tubuh sekitar 1 meter dan lebih tinggi dari babi hutan karena bentuk kakinya mirip rusa. Makanan mereka adalah buah-buahaan yang ada di hutan. Babirusa memiliki taring pada moncongnya, mirip cula pada badak.