MALANG, KOMPAS - Mulai tahun depan sebanyak enam Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian di Indonesia akan berubah menjadi Politeknik Pembangunan Pertanian. Peralihan status lembaga pendidikan pertanian itu dilakukan untuk menjawab kebutuhan konsumen dan menghadapi perkembangan dunia pertanian yang makin kompleks.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian, Momon Rusmono, mengatakan, keenam Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) yang dimaksud ada di Malang, Jawa Timur; Medan, Sumatera Utara; Bogor, Jawa Barat; Manokwari, Papua Barat; Gowa, Sulawesi Selatan; dan Magelang, Jawa Tengah.
Khusus STPP Magelang, ada dua sekolah yang berbeda tempat yakni di Jawa Tengah untuk yang peternakan dan Yogyakarta untuk pertanian. Dua sekolah itu akan dipecah menjadi dua politeknik. “Target kita dari enam STPP berubah menjadi tujuh Politeknik karena yang di Magelang lokasi sekolah ada di dua tempat,” ujar Momon usai memberikan pengarahan kepada civitas akademika di STTP Malang, Jawa Timur, Jumat (28/7).
Selain di STTP Malang, Momon juga melakukan kunjungan kerja ke Balai Besar Pelatihan Peternakan di Batu dan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) di Ketindan pada Sabtu pagi. Di BBPP Ketindan, Momon direncanakan akan bertemu dengan para penyuluh pertanian se-Jawa Timur.
Menurut Momon selain mengubah status lembaga pendidikan pertanian, pihaknya juga akan menaikkan status tiga Sekolah Menengah Kejuruan Pendidikan Pertanian (SMKPP). Ketiganya ada di Banjarbaru, Kalimantan Selatan; Sembawa, Sumatera Selatan; dan Kupang, Nusa Tenggara Timur.
“Mengapa kita ditingkatkan status? karena kebutuhan pengguna. Masyarakat tidak hanya butuh penyuluh saja tetapi lebih dari itu. Selama ini, kan, (lulusan) pendidikan pertanian itu hanya penyuluh,” katanya.
Dengan perubahan status, maka ke depan, program Studi (Prodi) Penyuluhan Pertanian dan Peternakan akan bertambah dengan Prodi Rumpun Ilmu Pertanian Terapan, seperti perbenihan, agrobisnis, hortikultura, dan rekayasa jaringan. Pembentukan prodi didasari pada analisis kebutuhan konsumen.
“Saya ingin lulusan lembaga pendidikan pertanian ke depan orientasinya lebih banyak pada penciptaan pekerjaan (job creator), wirausaha muda di bidang pertanian,” ujarnya. Karena itu, lanjut Momon, lahan yang ada di STTP harus dioptimalkan untuk proses pembelajaran yang bisa menumbuhkan wirausahawan muda di bidang pertanian.
Ketua STPP Malang Siti Munifah mengatakan pihaknya telah memersiapkan diri untuk menjadi politeknik. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah penambahan prodi. STPP Malang sudah mengusulkan prodi baru ke Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan telah disetujui. Demikian pula untuk usulan kelembagaan, mereka sudah mengusulkan perubahan dari STPP menjadi Politeknik.
“Kelihatannya dari sisi kelembagaan akan diproses di Kementerian Pertanian. Jadi kami sudah running (mempersiakan diri). Tinggal legalitas formal turunnya izin dan perubahan status saja. Harapannya tahun depan kami sudah bisa menerima mahasiswa baru dengan jalur politeknik,” ucapnya.
Saat ini STPP Malang memiliki 645 orang mahasiswa dari tingkat 1-4 yang berasal dari berbagai daerah di Tanah Air. Tahun ini STPP Malang menerima 245 mahasiswa yang baru akan masuk Bulan September nanti. STTP Malang sendiri merupakan STPP pertama yang ada di Indonesia, tepatnya berdiri tahun 2001 bareng degan STPP Bogor.