logo Kompas.id
NusantaraPetani dan Pedagang Beras...
Iklan

Petani dan Pedagang Beras Sambut Baik

Oleh
· 4 menit baca

PANDEGLANG, KOMPAS — Petani dan pedagang beras di beberapa daerah, seperti Kabupaten Pandeglang, Palembang, Medan, dan Bandar Lampung, menyambut baik langkah pemerintah membatalkan harga eceran tertinggi beras. Penyeragaman harga eceran tertinggi dinilai tidak tepat dan dapat merugikan pedagang.Sebelumnya, keluar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2017 yang mengatur harga eceran tertinggi (HET) beras Rp 9.000 per kilogram (kg). Jumat kemarin, peraturan itu batal diberlakukan. Ebok (30), petani di Desa Terate, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, mengatakan, ia gembira karena harga eceran tertinggi beras tidak jadi diberlakukan. "Kalau harga dari pengumpul tidak sesuai harapan, gabah tinggal disimpan," katanya.Ia akan menunggu harga gabah naik lalu menjualnya. Sementara jika HET beras diberlakukan, dia tidak bisa menyimpan gabah karena harga tidak akan naik. Pendiri Jawara Banten Farm, Nur Agis Aulia, di Desa Waringinkurung, Kabupaten Serang, menambahkan, HET memang perlu dikaji ulang dengan melibatkan petani. Jika diberlakukan, HET pasti meresahkan pedagang dan petani.Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pandeglang Anton Haerul mengatakan, saat ini pengumpul berani membeli gabah kering panen seharga Rp 4.000 hingga Rp 4.500 per kg. Harga itu lebih tinggi dari harga pembelian pemerintah Rp 3.700 per kg. Penetapan HET beras yang rendah sebesar Rp 9.000 per kg dikhawatirkan membuat petani menjadi korban.Bingung"Kami mendukung langkah pemerintah yang akan mengatur ulang harga eceran tertinggi. Sejak awal ditetapkan, kami bingung bagaimana cara menjual beras di bawah Rp 9.000 untuk semua kualitas. Di kilang (penggilingan) saja harga beras paling murah Rp 9.300 per kg," kata Hasan (40), distributor beras di Pasar Pringgan, Medan.Hasan mengatakan, beras medium yang paling murah ia jual Rp 9.500 per kg. Itu adalah beras medium berkualitas paling rendah. Beras medium yang standar harganya masih di atas Rp 10.000 per kg. Meskipun saat ini sedang masa panen raya, harga eceran beras medium di Medan dalam beberapa tahun ini belum pernah di bawah Rp 9.000 per kg.Menurut Hasan, pemerintah sebaiknya fokus mengatur harga beras medium dan melepaskan harga beras premium ke pasar. Sekitar 80 persen beras yang dikonsumsi masyarakat adalah beras medium. Sisanya, beras premium dan beras prasejahtera yang disalurkan oleh Perum Bulog.Hasan mengatakan, pada prinsipnya pedagang atau distributor beras mengikuti harga jual dari penggilingan padi. Keuntungan yang diambil pedagang hanya 3-4 persen. "Satu zak beras medium ukuran 30 kg saya beli dari kilang Rp 280.000. Saya jual hanya sekitar Rp 287.000. Beras jenis ini yang paling banyak dibeli konsumen," katanya.Andi Sanjaya (40), pedagang beras di Pusat Pasar Medan, mengatakan, pemerintah harus benar-benar menghitung ulang berapa biaya produksi padi dan distribusi beras di setiap mata rantai. Jangan sampai penetapan HET malah mengorbankan pedagang. Menurut dia, pemerintah juga harus membuat kriteria untuk membedakan secara pasti beras medium dan premium."Selama ini pemilahan kualitas beras diserahkan kepada kilang atau pedagang tanpa standar yang jelas," kata Andi.Pedagang beras di Kota Bandar Lampung pun mengaku kegelisahan mereka mereda setelah harga eceran tertinggi beras Rp 9.000 per kg dibatalkan. Arsyad (45), pedagang beras di Pasar Tugu, Bandar Lampung, mengatakan, pedagang menyambut baik keputusan pemerintah yang akan mengkaji ulang penetapan HET beras. "Saat ini beras yang dijual dengan harga di bawah Rp 9.000 adalah beras yang warnanya buram dan patahannya cukup banyak. Beras jenis itu biasanya untuk campuran," katanya. Nuriyah (50), pedagang beras lainnya, menyebutkan, keuntungan dari penjualan beras berkisar Rp 500 hingga Rp 1.500 per kg. "Kalau harga jual beras harus diturunkan dari Rp 11.000 menjadi Rp 9.000, habislah untung saya, malah rugi," katanya. Lebih baikDia berharap pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2017 yang mengatur harga eceran tertinggi beras akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Keputusan yang akan diambil tidak akan merugikan semua pihak, baik petani, pedagang, maupun konsumen.Sementara itu, Kepala Satuan Tugas Pangan Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Palembang, Jumat, menyebutkan, saat ini ketimpangan harga beras dari hulu ke hilir terlampau tinggi. Setelah dikaji, disparitas harga disebabkan oleh panjangnya rantai pasok beras.Jika dilihat dari pendapatan yang diterima, petani adalah pihak yang paling dirugikan. Setyo menerangkan, setiap kali panen rata-rata pendapatan 56 juta petani hanya Rp 65 triliun, sedangkan pihak perantara yang berjumlah sekitar 400.000 orang memperoleh pendapatan Rp 180 triliun. (NSA/BAY/VIO/RAM)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000