SEMARANG, KOMPAS — Tim Penyidik Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, Jawa Tengah, Rabu (2/8) memeriksa Julio B Harianja (22), mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang. Julio diperiksa atas aduan pihak kampus terkait pencemaran nama baik.
Pada 7 Mei 2017, dua mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes), Julio dan Harist Achmad Mizaki (22), mengunggah foto yang diduga merupakan sindiran bagi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir di akun media sosial masing-masing. Di foto berisi piagam penghargaan untuk Nasir itu ditulis ”Telah Menciderai Semangat Asas Ketunggalan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di Perguruan Tinggi”.
Akibat tindakan tersebut, Kepala Keamanan Unnes berinisial AB atas kuasa Rektor Unnes Fathur Rokhman melaporkan Julio dan Harist ke polisi dengan dugaan pencemaran nama baik kampus. Dua mahasiswa itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena foto yang diunggah ke akun Facebook dan Instagram mereka.
Seusai pemeriksaan, Julio mengatakan, polisi mengajukan sekitar 20 pertanyaan terkait latar belakang dan tujuan dirinya mengunggah foto tersebut. Menurut dia, foto sindiran bagi Nasir adalah bentuk aspirasi pribadi. Pungutan dana di luar UKT, utamanya di Unnes, dapat dibuktikan, antara lain untuk kuliah kerja nyata (KKN) dan sumbangan pengembangan institusi (SIP).
”Ini bukan soal besaran uang pungutan. Tindakan ini untuk mengingatkan Menristek dan Dikti tentang semangat UKT,” ujar mahasiswa semester 8 tersebut.
Bukti dinilai lemah
Anggota tim kuasa hukum terlapor dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang, Eti Oktaviani, menilai unsur pidana yang ditujukan kepada Julio lemah. Bukti-bukti pencemaran nama baik menurut UU ITE atau KUHP Pasal 310 sulit dibuktikan. Menurut dia, foto itu tidak mengandung kalimat provokatif atau bersifat negatif. Bahkan, niat dari teradu untuk melakukan pencemaran nama baik juga tidak ada.
Teradu dan pihak kuasa hukum berencana melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM di Jakarta pada Jumat (11/8). Pelaporannya terkait pengekangan kebebasan berekspresi di ruang akademik. Harapannya, kasus ini jadi pintu masuk agar tidak ada lagi pelanggaran HAM kepada mahasiswa.
”Mungkin saja ini fenomena gunung es, tidak hanya muncul di Unnes, tetapi juga di kampus-kampus lain,” kata Eti.
Teradu dibebaskan
Dalam kesempatan sama, Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Polrestabes Semarang Komisaris Suwarna mengatakan, pemeriksaan Julio masih tahap klarifikasi. Untuk membuktikan tindak pidana, polisi akan melakukan gelar perkara dalam waktu dekat. Terlapor akan langsung dibebaskan polisi jika unsur-unsur pidana memang tidak terbukti.
”Pembebasan tidak harus menunggu pencabutan dari pelapor sebab ini laporan pidana murni, bukan delik aduan,” kata Suwarna.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Pusat Humas Unnes Hendi Pratama mengatakan, cara penyampaian ekspresi kedua mahasiswa dinilai merugikan reputasi Unnes. Penerbitan piagam mengatasnamakan institusi, dalam hal ini BEM Unnes, mempunyai standar khusus, baik isi maupun judulnya. Dia berkilah, selama ini pihak kampus selalu memfasilitasi bentuk protes mahasiswa, misalnya memberikan satu bendel dokumen protes siswa kepada Kemenristek dan Dikti.
Menurut Hendi, pihak kampus berupaya mengajukan itikad baik dengan penyelesaian secara etik atau kekeluargaan. Namun, hingga kini masih menemui jalan buntu. Nantinya, mereka akan menjalani sidang Dewan Etika Unnes yang antara lain dihadiri dosen dan pihak keamanan kampus. ”Pintu kekeluargaan terbuka asal mereka bersedia menghapus semua postingan di Facebook dan Instagram masing-masing,” katanya.