Pondok Pesantren Didorong Tumbuhkan Santri Pebisnis
Oleh
ADI SUCIPTO
·3 menit baca
LAMONGAN, KOMPAS — Kementerian Perindustrian mendorong agar pondok pesantren dapat melahirkan santri wirausahawan. Saat ini, sedikitnya ada 6 juta santri di seluruh Indonesia. Jika 10 persen saja bisa menjadi wirausahawan dan masing-masing mempekerjakan tiga orang, maka ada 1,8 juta tenaga kerja yang terserap.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih dalam kunjungan di Ponpes Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Senin (7/8/2017). Menurut Gati, Ponpes Sunan Drajat bisa menjadi percontohan karena memiliki unit usaha air minum kemasan, pupuk, dan pengolahan garam.
Pihaknya akan memfasilitasi pelatihan dan menjalin sinergi dengan perbankan agar usaha santri layak mendapatkan suntikan modal. Secara khusus santri di Ponpes Drajat mendapatkan bantuan alat pengolah ikan menjadi bakso. ”Kami harapkan usaha santri juga bersertifikasi,” katanya.
Ia menambahkan, upaya mendorong tumbuhnya wirausaha baru di lingkungan pondok pesantren melalui program Santripreneur dimaksudkan agar para lulusan ponpes nanti dapat turut mendorong penumbuhan industri kecil dan menengah (IKM). ”Selama ini, tiap tahun ada berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya pada pengembangan IKM di lembaga pendidikan keagamaan termasuk pondok pesantren,” kata Gati.
Ia menyebutkan, selama 2017/2018 Ditjen IKM telah membina lima pondok pesantren di empat wilayah, yakni Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah; Kabupaten Garut dan Tasikmalaya, Jawa Barat; dan Pacitan, Jawa Timur, yang diikuti 105 santri. Mereka mengikuti pelatihan dan peningkatan keterampilan di bidang konfeksi dan kerajinan batu akik.
Ponpes Sunan Drajat merupakan salah satu lokasi proyek percontohan dalam menjalankan program Santripreneur pada tahun 2017. Berdasarkan data Kementerian Agama, pada tahun 2014 pondok pesantren yang ada di Indonesia 27.290 lembaga dengan 3,65 juta santri.
Ponpes Sunan Drajat menampung 12.000 santri. Pihak ponpes untuk sementara akan mendidik dan membina 10 santri terpilih untuk mengikuti pelatihan dan pendampingan di bidang pengolahan ikan. Pihaknya juga memfasilitasi pemberian bantuan mesin dan peralatan melalui mekanisme hibah.
Menurut Gati, Bank Indonesia wilayah Jawa Timur telah memiliki program Inkubator bisnis pesantren dan berkomitmen akan membentuk Baitul Mal Wattamwil (BMT).
Bank Indonesia juga diharapkan memberikan fasilitasi uji coba pasar dalam Islamic Shariah Economic Festival tahun 2017 yang akan dilaksanakan di Surabaya pada November nanti. ”Kami lakukan monitoring dan evaluasi. Jika berhasil, hal itu dapat diduplikasi ke pondok-pondok pesantren lainnya,” kata Gati.
Pengasuh Ponpes Sunan Drajat KH Abdul Ghofur berharap program Santripreneur dapat menambah kegiatan positif bagi para santri dan menumbuhkan perekonomian daerah serta menyerap tenaga kerja. Ponpes Sunan Drajat telah memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK), jus mengkudu, kemiri sunan, dan garam samudra. Ponpes juga mengembangkan pupuk karena punya usaha ambang dolomit yang kaya kandungan posfat dan nitrogen. ”Kami ini mendukung kemandirian industri nasional,” kata Ghofur.
Bank Indonesia juga berupaya mendorong tumbuhnya pebisnis baru. Asisten Direktur Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah Jatim Andy Indra Prayoga menyebutkan, sejak Deklarasi Surabaya 2014 ada 17 ponpes yang dapat pelatihan kewirausahaan termasuk tentang perencanaan keuangan syariah. Pelatihan dipusatkan di Ponpes Sunan Drajat Lamongan untuk agrobis, Darul Ulum Jombang untuk ekonomi, dan Tebu Ireng untuk bidang perdagangan.
”Kami bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan Universitas Airlangga untuk memberikan pelatihan. Masing masing ponpes mengutus lima wakilnya,” kata Andy.