JAMBI, KOMPAS — Pembalakan dan perambahan liar untuk kebun sawit sudah menggerogoti hingga 4.000 hektar areal hutan restorasi penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, perbatasan Jambi dan Riau. Penanganan hukum yang minim mengancam meluasnya perusakan hutan hingga taman nasional.
Manajer Umum PT Alam Bukit Tigapuluh, selaku pemegang konsesi hutan restorasi di ekosistem Bukit Tigapuluh seluas 38.665 hektar, Suyatno, mengatakan, pihaknya sudah melaporkan praktik ilegal tersebut kepada pemerintah pusat tahun lalu. Juni lalu, bahkan telah ada tim gabungan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Kepolisian RI mengecek langsung lokasi. ”Namun, penanganan hukumnya seperti apa hingga kini kami tidak mendapatkan informasi,” katanya.
Saat pengecekan lokasi tersebut, tim gabungan aparat mendapati perambahan liar tidak hanya dilakukan perambah perseorangan. Tim bahkan mendapati ada salah satu korporasi asal Jakarta yang membakar hutan untuk dijadikan kebun sawit hingga seluas 1.500 hektar. Perusahaan membayar banyak pendatang untuk memperluas areal perambahannya. Adapun total areal restorasi yang telah dirambah untuk pembukaan kebun sawit, baik korporasi maupun perorangan, lebih dari 4.000 hektar.
Suyatno melanjutkan, perambahan itu juga diduga melibatkan oknum-oknum perangkat desa. Pihaknya mendapati banyak perambah telah memiliki identitas kependudukan dan domisili dalam kawasan hutan.
Praktik liar tersebut dibenarkan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Irmansyah. Pihaknya mengaku baru mengetahui belakangan areal yang dirambah ternyata sudah sangat luas. Itu setelah dilakukan pengecekan lapangan atas laporan mengenai deteksi titik panas dalam areal konsesi restorasi.
Berdasarkan citra Satelit NOAA yang diolah Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, dari total 68 titik panas yang terdeteksi sejak Januari hingga Juli 2017 terpantau 13 titik di antaranya menyebar dalam areal konsesi PT ABT.
Data Satgas Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jambi memperlihatkan dari total 384 hektar lahan terbakar di seluruh wilayah Jambi, lebih dari 300 hektar juga menyebar di hutan yang dirambah tersebut.
Menurut Irmansyah, praktik perambahan itu diorganisasi sekelompok pemilik modal yang membawa masuk ribuan warga ke dalam hutan. Pemerintah daerah kesulitan mengatasi perambahan liar dalam hutan tersebut dan meminta bantuan pusat untuk turun tangan. Jika dibiarkan terus, praktik tersebut akan terus meluas hingga kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Direktur Walhi Jambi Rudiansyah menilai, aparat penegak hukum tutup mata sehingga perambahan hutan terorganisasi di sana kian meluas. Aparat hanya menangkapi pembakar lahan dari kalangan petani kecil. ”Sudah 300 hektar lebih kebakaran dalam areal korporasi, tapi penanganan hukumnya lemah, ” katanya. Sejauh ini, baru empat pembakar lahan yang ditangkap aparat kepolisian di Kabupaten Tebo dan Tanjung Jabung Timur.