JOMBANG, KOMPAS — Kebijakan penenggelaman kapal oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan bukan kebijakan main-main. Hal itu adalah bentuk komitmen pemerintah untuk menjaga kedaulatan dan kelestarian sumber pangan di laut. Saat ini, ada 32 kapal lagi yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang akan ditenggelamkan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan itu setelah menghadiri pembagian bantuan produksi perikananan budi daya dengan sistem bioflok untuk pondok pesantren dan kelompok masyarakat (pokmas) di SMA Trensains (Pesantren Sains) Pondok Pesantren (PP) Tebuireng, Desa Jombok, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Minggu (13/8/2017).
Hadir dalam kesempatan itu pemimpin PP Tebuireng, KH Shalahudin Wahid, dan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Subiyakto.
Hingga kini, KKP sudah menenggelamkan 107 kapal. Penenggelaman tersebut merupakan kebijakan KKP dan pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo untuk menegakkan hukum di laut. ”Nanti sebelum penenggelaman lagi kami akan rapat dulu dengan Bapak Presiden berupa rapat terbatas, ” katanya.
KKP melalui Ditjen Perikanan Budidaya lalu membagikan bantuan kepada pondok pesantren (pontren) dengan kelompok masyarakat (pokmas) senilai Rp 6,8 miliar berupa sarana produksi kolam ikan dengan sistem bioflok.
Kolam ikan dibangun secara instan dengan alas plastik diisi benih lele. Bantuan itu berupa sarana kolam ikan, benih, pakan dan alat pembeku (freezer).
Pondok pesantren, kata Susi, dipilih karena dihuni puluhan ribu santri. Tebuireng, misalnya, diikuti 20.000 santri. ”Mereka anak bangsa yang juga harus kita rawat sumber gizinya berupa asupan protein, ” ujarnya.
Susi menghitung, target konsumsi ikan pada satu anak atau santri mencapai 1 kg per minggu, atau 52 kg per tahun, sedikit di atas target pemerintah konsumsi per kapita 48 kg per kapita per tahun. Apabila santri mencapai 20.000 orang, maka dibutuhkan pasok ikan 100 ton per tahun. ”Tinggal dibangun kolamnya dengan bantuan pemerintah karena di pondok pesantren ada tenaga kerja, ada tersedia lahan dan sumber air, ” katanya.
Dirjen Perikanan Budi Daya Slamet Subiyakto menyatakan, selain bisa dikonsumsi sendiri, perikanan budi daya bisa menjadi sarana wirausaha. ”Pasar lele sangat besar, budidaya cukup mudah, persentase kematian rendah. Pesantren sangat potensial melaksanakan budidaya lele, ” katanya.