SEMARANG, KOMPAS — Sebagai negara maritim, sejumlah tantangan dihadapi Indonesia, dari pembajakan kapal, terorisme, perdagangan narkoba dan manusia, hingga penangkapan ikan ilegal. Untuk mengatasinya, diperlukan sinergi dengan negara-negara lain.
Sinergi itu menjadi fokus dari pelaksanaan ”Maritime Safety and Security Programme” oleh pusat pelatihan Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) di Kompleks Akademi Kepolisian, Kota Semarang, Jawa Tengah, yang dibuka Selasa (15/8).
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Desra Percaya menekankan, dengan mayoritas wilayah lautan yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau, kedaulatan Indonesia perlu dipertahankan meski dengan tetap menghormati kedaulatan negara lain. ”Kapasitas para penegak hukum juga terus diperkuat. Ini terkait berbagai tantangan yang ada di laut,” ujarnya.
Menurut Desra, program ”Maritime Safety and Security Programme” merupakan tindak lanjut dari IORA Summit yang digelar di Jakarta pada Maret lalu. Diharapkan, para peserta dapat berbagi pengalaman, khususnya terkait pengamanan perairan.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal (Pol) Tito Karnavian, dalam sambutan yang dibacakan Kepala Korps Polisi Air dan Udara Badan Pemeliharaan dan Keamanan (Baharkam) Polri Inspektur Jenderal Chairul Noor Alamsyah mengungkapkan, berbagai bentuk ancaman dapat terjadi di suatu kawasan perairan.
Dalam upaya itu, negara tidak bisa bergerak sendiri, tetapi perlu bersinergi dengan negara-negara lain yang berada dalam satu kawasan. ”Sinergi tersebut berupa upaya mencegah dan menindak ancaman serta gangguan demi terjaminnya keamanan dan keselamatan,” ungkap Tito.
16 negara
Program ”Maritime Safety and Security Programme” diikuti 40 penegak keamanan laut dari 16 negara, termasuk negara-negara anggota Asosiasi Kerja Sama Lingkar Samudra Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA), seperti Australia, Afrika Selatan, Malaysia, dan Sri Lanka.
Ambil bagian pula tiga negara yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG), yakni Fiji, Kepulauan Solomon, dan Timor-Leste. Adapun peserta dari Indonesia diwakili Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kepolisian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Tito menambahkan, Polri, melalui Polairud, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan utama di laut, di antaranya membantu penyelenggaraan SAR laut, menindak pelaku penangkapan ikan destruktif dan ilegal, serta mengawasi dan mencegah tindakan-tindakan pelanggaran lainnya.
Peningkatan kemampuan para petugas atau perwira juga terus dikembangkan Polri, antara lain lewat JCLEC, yang dibentuk bersama Pemerintah Indonesia dan Australia pada 2004. Hal itu jadi bagian dari komitmen dalam memerangi terorisme dan kejahatan terorganisasi transnasional.
Direktur Eksekutif JCLEC Komisaris Besar Puji Suwarno mengatakan, sejak berdiri 13 tahun lalu, JCLEC telah menyelenggarakan 940 program. ”Di antaranya terkait manajemen, intelijen, investigasi, forensik dengan peserta dari 72 negara dan entitas,” ujarnya.