SIDOARJO, KOMPAS — Kasus sengketa pertanahan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, cukup banyak dan menimpa berbagai pihak, mulai dari warga masyarakat hingga instansi pemerintah. Untuk mengatasinya, Badan Pertanahan Nasional membentuk satuan tugas mafia tanah, yang diharapkan segera bekerja menuntaskan permasalahan.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sidoarjo Dalu Agung Darmawan mengatakan, kasus pertanahan dan potensi kasus pertanahan di wilayahnya cukup banyak. Ambil contoh, sengketa tanah warga korban semburan lumpur Lapindo saja mencapai sekitar 80 kasus. ”Selain itu, potensi kasus sengketa juga tinggi sebab masih banyak tanah di Sidoarjo yang belum bersertifikat. Ada juga yang dikuasai oleh pihak lain, seperti mafia, dan tanahnya luas,” ujar Dalu, Kamis (17/8).
Satgas mafia tanah ini dibentuk bekerja sama dengan Kepolisian Resor Kota (Polresta) Sidoarjo. Tujuannya, membantu masyarakat yang menghadapi sengketa pertanahan melalui jalan mediasi. Alasannya, tidak semua warga yang bersengketa mampu menghadapi proses hukum di pengadilan karena menguras energi dan biaya.
Dalu mengatakan, berdasarkan data BPN, 45 persen tanah di Sidoarjo belum bersertifikat. Tanah itu bukan hanya milik warga masyarakat, melainkan juga aset pemerintah desa dan pemerintah daerah. Selain itu, ada pula tanah aset institusi pemerintah, seperti kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia, yang sebagian besar belum bersertifikat.
Terkait dengan aset kepolisian, Polresta Sidoarjo melaporkan, ada 20 bidang tanah yang belum bersertifikat. Selain itu, banyak tanah kas desa dan tanah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang sudah bertahun-tahun tidak jelas statusnya dan belum memiliki legalitas.
Sebagai gambaran, dari 346 desa dan kelurahan di Sidoarjo, baru 200 bidang tanah yang diajukan untuk proses sertifikasi. Sementara sertifikat untuk 80 bidang tanah hampir jadi. ”Hanya butuh dokumen dan ditunjukkan di mana lokasi tanahnya agar petugas bisa mengukurnya,” ujar Dalu.
Untuk aset Pemkab, baru sekitar 100 bidang yang dilaporkan ke BPN dan sertifikatnya sedang diproses. Selain menginventarisasi aset Pemda dan pemerintah desa, BPN juga akan menginventarisasi aset TNI karena jumlahnya cukup banyak di Sidoarjo.
Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Himawan Bayu Aji mengatakan, pihaknya siap bekerja sama dengan BPN dalam rangka penindakan penyalahgunaan tanah atau kasus sengketa tanah. Melalui pembentukan satgas mafia tanah ini pula, pihaknya menginginkan ada percepatan inventarisasi tanah Polri di Sidoarjo.
”Ada banyak status tanah Polri, misalnya tanah yang berstatus milik Markas Besar Polri, Kepolisian Daerah Jatim, Polresta Sidoarjo, hingga polsek-polsek. Sementara ini ada 20 bidang tanah yang belum tersertifikasi,” kata Himawan.
Pihaknya ingin agar pendataan aset tanah milik Polri ini dilakukan segera untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, termasuk mencegah potensi penyelewengan. Menurut dia, proses sertifikasi merupakan wujud dari tertib administrasi di Polri sebagai upaya mencegah penyimpangan.
Sebagai informasi, BPN Sidoarjo saat ini mendapat penugasan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN untuk melaksanakan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Kabupaten Sidoarjo mendapat alokasi 16.500 bidang tanah untuk disertifikasi pada 2017.
Hingga akhir Agustus nanti diharapkan sertifikat untuk 5.000 dari 16.500 bidang tanah sudah selesai dan siap dibagikan kepada masyarakat. Adapun tanah di wilayah Kabupaten Sidoarjo secara keseluruhan diharapkan selesai disertifikasi dalam tiga tahun ke depan.