JEPARA, KOMPAS — Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B Unit 1-4 di Desa Tubanan, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menggunakan teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Teknik desulfurisasi dengan batu kapur ternyata mampu menurunkan emisi sulfur dari gas buang pembangkit hingga 98 persen.
Manajer Energi Primer dan Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lingkungan PLTU Tanjung Jati B, Winarno, Selasa (22/8/2017), di Jepara, mengatakan, teknik desulfurisasi dengan batu kapur dipilih karena lebih efektif menekan emisi sulfur. Teknologi tersebut digunakan dalam proses flue gas desulfurization (FGD) guna menangkap sulfur yang dihasilkan dari gas buang pembangkit. ”Jika FGD dengan air laut dapat menekan emisi sulfur 90 persen, dengan batu kapur mencapai 98 persen,” ujar Winarno.
Proses FGD adalah pencampuran emisi gas hasil pembakaran batu bara dengan zat pengikat agar kandungan sulfur yang dilepaskan ke atmosfer rendah. PLTU umumnya memakai air laut sebagai zat pengikat. Meski membutuhkan investasi lebih besar, PLTU Tanjung Jati B menggunakan batu kapur. Dengan teknologi ini, dalam 10 tahun beroperasi, sulfur yang terkandung dalam emisi gas PLTU Tanjung Jati B diperkirakan sekitar 100 miligram per meter kubik.
Winarno menambahkan, investasi peralatan FGD di PLTU Tanjung Jati B dengan kapasitas 2 x 710 MegaWatt (MW) mencapai Rp 1,5 triliun. PLTU tersebut merupakan pembangkit yang dikelola Perusahaan Listrik Negara (PLN).
PLTU Tanjung Jati Unit 1 dan 2 beroperasi sejak 2006, sedangkan unit 3 beroperasi 2011 dan unit 4 pada 2012. PLTU tersebut berkapasitas 4 x 710 MW dan berkontribusi 10 persen dari kelistrikan di Pulau Jawa dan Bali.
Batu bara
Sementara itu, teknologi ramah lingkungan lain yang digunakan pada PLTU Tanjung Jati yakni penggunaan batu bara berjenis medium rank coal, dengan konsumsi 24.000 ton per hari. Winarno menuturkan, batu bara jenis tersebut lebih ramah lingkungan ketimbang jenis lainnya, yakni low rank coal.
”Ini menjadi keunggulan lain. Sebab, asap yang dihasilkan batu bara jenis medium lebih sedikit mengeluarkan abu ketimbang jenis yang rendah,” kata Winarno.
Pasokan batu bara ke PLTU Tanjung Jati dipastikan aman setelah beberapa bulan lalu PLN menandatangani kontrak penyediaan batu bara 4,8 juta ton per tahun. ”Itu untuk menjamin keamanan pasokan. Kontrak lama berakhir, maka buat kontrak baru,” ujar Winarno.
Sementara itu, shift leader bagian produksi PLTU Tanjung Jati B Unit 3-4, Restu Bagus, menuturkan, pihaknya hanya memasok listrik sesuai kebutuhan. Adapun suplai listrik ke setiap daerah dilakukan Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) di Depok, Jawa Barat.
”Dari pusat kontrol PLTU Tanjung Jati B Unit 3-4, kami hanya bisa memantau. Misalnya, ada unit-unit di daerah lain yang mengalami gangguan maka akan terpantau,” kata Restu.