MALANG, KOMPAS — Wali Kota Malang Mohammad Anton kembali diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (22/8/2017). Anton diperiksa sebagai saksi dugaan suap proyek penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang Kota Malang, Jawa Timur, tahun 2015-2016.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat dihubungi dari Malang, Selasa (22/8/2017), mengatakan, pemeriksaan dilakukan di Kantor KPK di Jakarta. Pemeriksaan terhadap Wali Kota Malang tersebut sudah kedua kalinya selama masa penyidikan.
Sebelumnya, KPK sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Ketua DPRD Kota Malang M Arief Wicaksono; Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Jarot Edy Sulistyono; dan pihak kontraktor Hendarwan Maruszaman. Arief diduga menerima suap Rp 700 juta untuk pembahasan perubahan APBD 2015 dari Jarot, serta menerima suap Rp 250 juta dari Hendarwan untuk pembangunan Jembatan Kedungkandang.
Menurut Febri, Anton diperiksa untuk tersangka Arif. Selain Anton, KPK juga memeriksa anggota DPRD Kota Malang Salamet untuk tersangka Arief. Adapun Arief sendiri diperiksa sebagai sebagai saksi untuk tersangka Jarot.
Febri menegaskan, penelurusan aliran dana dan proses pembahasan dalam persetujuan APBD Kota Malang menjadi materi utama pemeriksaan saat itu.
Febri menambahkan, KPK kini menangani beberapa kasus suap terkait pembahasan dan pengesahan APBD di Kabupaten/Kota dan provinsi di Indonesia. ”Kami mengimbau pada daerah-daerah lain untuk memerhatikan kasus-kasus korupsi yang sedang kami tangani sehingga proses pembahasan APBD tidak dijadikan alat tawar-menawar untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Pembahasan dan pengesahan APBD yang transaksional, apalagi ada unsur suap, tentu dapat merugikan kepentingan masyarakat yang seharusnya dapat menikmati uang mereka secara maksimal,” kata Febri.
Pemeriksaan KPK terus berjalan sejak penyidik komisi antirasuah tersebut datang ke Kota Malang pada 9 Agustus 2017. Dari pengakuan beberapa anggota Dewan, termasuk Arief, pemeriksaan sudah dilakukan KPK sejak April 2016. Saat itu kasus masih berstatus penyelidikan. Namun, pada tahun 2017 kasus sudah naik menjadi penyidikan.
Pembangunan Jembatan Kedungkandang mulai dianggarkan pada tahun 2012 dengan anggaran Rp 40 miliar. Tahun 2013, kembali dianggarkan dana Rp 48 miliar. Tahun 2014, kembali muncul anggaran pembangunan sebesar Rp 50 miliar. Dan tahun 2015 sebelum perubahan anggaran keuangan (PAK), kembali muncul anggaran pembangunan Jembatan Kedungkandang sebesar Rp 30 miliar. Setelah PAK, anggaran itu tiba-tiba menghilang. Tahun 2016, ada upaya untuk menganggarkan kembali proyek jembatan tersebut. Dengan penganggaran sebesar itu setiap tahun, hingga kini Jembatan Kedungkandang tersebut belum juga terbangun.
Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Muhammad Fahrudin berharap KPK tidak hanya menyidik satu kasus di Kota Malang. Sebab, ada potensi beberapa kasus lain, seperti jacking sistem drainase dan suap penetapan APBD 2015. ”Kami mendukung KPK membongkar korupsi di Kota Malang, bahkan meluas hingga ke Malang Raya, sehingga penegakan hukum bisa dilakukan lebih komprehensif,” kata Fahrudin.