logo Kompas.id
Nusantara3.000 Iklan Daring...
Iklan

3.000 Iklan Daring Perdagangkan Satwa Liar

Oleh
· 2 menit baca

JAMBI, KOMPAS — Perdagangan satwa liar dilindungi melalui daring marak dan mengkhawatirkan. Para pelaku masih bebas memperjualbelikan satwa hidup dan organ satwa dilindungi hingga menjangkau pasar internasional, baik melalui situs jual beli maupun media sosial. Spesialis Kejahatan Satwa Liar (WCU) Wildlife Conservation Society (WCS) Giyanto mengatakan, hasil investigasi timnya selama 2015 hingga 2016 mendapati setidaknya 3.000 iklan daring memperjualbelikan beragam satwa liar, mulai dari kulit dan tulang harimau sumatera, gading gajah, berbagai jenis tanduk, beragam jenis primata hidup, dan puluhan jenis burung, termasuk yang berkategori langka. "Satwa diperdagangkan dengan bebas secara daring," katanya dalam lokakarya bertema "Penegak Hukum dalam Penanganan Kasus Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar" yang digelar Zoological Society of London, di Jambi, Selasa (23/8).Kejahatan perdagangan satwa melalui daring, kata dia, masih dianggap aman dan sulit ditelusuri. Ia mencontohkan, dalam bertransaksi, para penjual satwa menggunakan berbagai modus mulai dari membuat akun palsu hingga mendaftarkan nomor rekening bersama sesama pedagang daring kepada calon pembeli. Akibatnya, penegak hukum sulit mendeteksi identitas dan aliran dana penjual. Perdagangan itu juga dilakukan melalui transaksi terputus. Misalnya, untuk mengirim satwa dari Kalimantan ke Jakarta, pedagang u membawa satwa dagangannya ke Medan terlebih dahulu baru kemudian ke Jakarta. Lalu lintas diperpanjang dengan tujuan lebih mudah memutus jejak kejahatan tersebut. Pihaknya juga mendapati maraknya pencurian satwa dari alam untuk diperdagangkan. Pemantauan yang dilakukan dua kali dalam sebulan di lima kota besar menunjukkan 80 persen satwa korban perdagangan merupakan hasil buruan. "Artinya, diambil dari alam, bukan hasil penangkaran," ujarnya. Pelaku kejahatan satwa juga berani menargetkan satwa yang dilindungi karena nilai jualnya di pasaran lebih tinggi. Modus yang digunakan kerap berubah, semakin canggih, dan terorganisasi. Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Andri Gunawan Wibisana, mengatakan perlu ada perubahan paradigma dalam penegakan hukum kejahatan terhadap satwa. Selama ini penegak hukum lebih banyak berkutat pada menangkap penjual dan broker satwa, sedangkan pembeli bebas. Padahal, jika pembeli juga dapat dikenai hukuman, akan memberikan efek jera agar tidak membeli kembali di kemudian hari. (ITA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000