Waspadai Bonus Demografi Penduduk Berubah Jadi Bencana Demografi
SLEMAN, YOGYAKARTA – Pemerintah perlu memetakan keterampilan masyarakat dan potensi daerah untuk memanfaatkan bonus demografi. Jika pemerintah abai, jumlah penduduk produktif yang lebih banyak dibandingkan dengan usia muda dan usia lanjut malah dapat menjadi bencana demografi.
Direktur Jendreal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono, juga mengaku tidak semua pemerintah daerah responsif dalam menghadapi bonus demografi. Pihaknya kini tengah menyusun rancangan program pemetaan potensi daerah dan keterampilan masyarakat, agar bonus demografi dapat memberi bonus pada perekonomian nasional.
“Pemerintah di daerah harus punya roadmap rencana program dan kebijakan yang jelas untuk menuju bonus demografi,” ujar Soni usai membuka Konferensi Internasional Bonus Demografi dan Kaum Muda bertajuk ‘Peluang, Tantangan dan Agenda Kebijakan’ di Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (29/8/2017).
Periode bonus demografi diprediksi terjadi pada rentang tahun 2020-2040. Terdapat sejumlah syarat agar bonus tidak berubah menjadi bencana demografi yakni penduduk harus berkualitas, tersedia lapangan kerja, tabungan rumah tangga memadai serta keterlibatan perempuan di pasar kerja.
Sumarsono mengatakan, daerah harus berkembang sesuai kemampuan masing-masing daerah dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Pihaknya akan mendorong setiap kepala daerah untuk melakukan pendataan dan pemetaan terkait pontensi daerah mereka secara aktual.
Dengan begitu, kepala daerah dapat membuat proyeksi kebutuhan sektoral tenaga kerja agar penduduk usia produktif terserap di lapangan kerja. Pemerintah daerah juga harus berperan menciptakan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan berbagai sektor yang telah terpetakan.
“Keterampilan tenaga kerja dan potensi lapangan kerja di setiap daerah harus teridentifikasi dengan baik oleh pemerintah daerah. Jika keduanya digabungkan maka potensi penyerapan tenaga kerja bisa lebih besar,” ujar Sumarsono.
Data Badan Pusat Statistik tahun 2015 menunjukkan jumlah usia produktif di Indonesia mencapai 67,3 persen dari total populasi. Puncaknya diperkirakan akan terjadi di tahun 2035 yang diproyeksikan jumlah usia produktif sebesar 68,1 persen dari total 296,4 juta penduduk indonesia.
Payung hukum
Erwan Agus Purwanto, pakar kebijakan publik sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, menilai perlu adanya payung hukum agar pemerintah daerah melaksanakan program dan kebijakan yang berdampak pada pemanfaatan bonus demografi.
“Payung hukum diperlukan sebagai landasan agar pemerintah daerah dapat melakukan gerakan yang lebih intensif untuk pemanfaatan bonus demografi,” ujarnya.
Selain itu dia menilai pemangku kebijakan perlu memasukkan isu bonus demografi dalam setiap agenda kebijakan nasional. Setiap menelurkan kebijakan, pemerintah harus memikirkan dampak apa yang dihasilkan terhadap pertumbuhan industri.
“Akan banyak risiko yang harus ditanggung pemerintah jika melimpahnya jumlah penduduk produktif itu tidak disertai dengan lapangan pekerjaan yang memadai,” ujar Erwan.
Dia mencontohkan Brasil gagal meraup keuntungan dari periode bonus demografi akibat tidak tepatnya perencanaan dan kebijakan pemerintah setempat. Di sisi lain, China berhasil meningkatkan produk domestik bruto ketika memasuki era bonus demografi karena pemerintah setempat telah melakukan pemetaan sumber daya manusia.
Soni mengatakan jika dibutuhkan, pihaknya akan menyiapkan payung hukum dan regulasi yang jelas untuk program pemetaan keterampilan masyarakat dan potensi daerah. “Kami akan siapkan aturan hukum dan aturan mainnya, karena beberapa kepala daerah tidak bisa bekerja fleksibel tanpa Permen (peraturan menteri) atau Perpres (peraturan presiden),” ujarnya.