GRESIK, KOMPAS — Sejumlah waduk dan embung di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, mulai mengering. Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat bahkan mencatat ada 32 desa di delapan kecamatan, yakni Cerme, Duduksampeyan, Balongpanggang, Benjeng, Kedamean, Bungah, Dukun, dan Sedayu, yang rawan kekeringan dan kesulitan air bersih.
Pantauan di lapangan menunjukkan Waduk Mentaras, Waduk Prolimaan, dan Waduk Wonokerto di Kecamatan Dukun telah mengering. Tanahnya terlihat merekah, sedikit air di tengah waduk mirip kubangan dan dihinggapi kawanan burung. Di Kecamatan Balongpanggang, Waduh Pacuh juga mengering. Embung-embung juga menyusut, seperti di Desa Kandangan, Kecamatan Cerme, dan Desa Kalipadang, Kecamatan Benjeng.
Salah satu desa terdampak kekeringan ialah Desa Dampaan di Kecamatan Cerme. Telaga seluas 1 hektar dengan kedalaman 2,5 meter mengering. Biasanya air dari telaga diambil warga dengan jeriken lalu diendapkan dulu untuk digunakan mandi dan cuci.
Namun, saat ini tanah telaga retak-retak dan merekah. Menurut perangkat Desa Dampaan, Mukminin, ada warga yang membeli air dari Desa Guranganyar dari aliran PDAM Rp 15.000 per delapan jerikan. Ada pula warga yang mampu membeli air isi ulang senilai Rp 4.000 per galon untuk kebutuhan mandi dan cuci.
Kepala BPBD Kabupaten Gresik Abu Hasan, Selasa (5/9), menyebutkan BPBD menetapkan tanggap darurat kekeringan hingga pertengahan Desember nanti. ”Identifikasi kekeringan mencapai 32 desa yang berkategori kering kritis. Artinya, warga memperoleh air bersih lebih dari 3 kilometer dari sumber air,” kata Abu.
Pihaknya mendistribusikan bantuan pasokan air bersih ke sejumlah desa. Air bersih di antaranya didistribusikan ke Desa Kemudi dan Kaswistowindu, Kecamatan Duduksampeyan; Desa Kalipadang dan Kedungrukem, Kecamatan Benjeng; serta Desa Sambiroto, Kecamatan Balongpanggang. Pasokan air bersih itu diharapkan bisa membantu warga di wilayah rawan krisis air bersih saat kemarau.
Tahun ini, distribusi air bersih dianggarkan Rp 137 juta dengan asumsi setiap desa rawan kekeringan mendapatkan jatah satu tangki berkapasitas 5.000 liter per minggu. Kalau kekeringan meluas, BPBD mengusulkan tambahan dana dari anggaran tidak terduga. Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Gresik diharapkan berpartisipasi untuk memasok air bersih ke daerah yang rawan krisis air bersih.
Abu menyebut ada dua langkah yang bisa ditempuh mengatasi kekeringan yang terjadi setiap kemarau di wilayah rawan kekeringan. Cara pertama, melalui sumur geolistrik dan pembentukan Himpunan Pengguna Air Minum (Hipam) di daerah rawan kekeringan.
Di desa rawan kekeringan bisa dibangun geolistrik, semacam sumur bor yang dilengkapi pipa yang terhubung ke rumah warga. Fasilitas itu telah terbangun di Desa Klampok, Kecamatan Benjeng, dua tahun lalu. Pengeborannya mencapai kedalaman 80 meter.
Cara kedua, ditempuh dengan membuat jaringan semacam PDAM lokal melalui Hipam. Hipam bisa berperan menjadi badan usaha milik desa seperti di Kesamben Kulon, Kecamatan Driyorejo. Selain bisa mengatasi kesulitan air bersih, pola itu juga mendatangkan pendapatan bagi desa setempat.