PALU, KOMPAS — Peredaran narkoba, terutama jenis sabu, di Sulawesi Tengah cukup mencemaskan karena telah masuk hingga pelosok-pelosok desa. Para pemangku kepentingan perlu mengambil langkah strategis untuk memberantas kejahatan itu sebelum mengancam generasi muda di desa.
”Kami prihatin dengan situasi ini. Kami mengajak semua elemen masyarakat untuk bertindak nyata memerangi kejahatan ini, jangan hanya sebatas slogan. Narkoba harus dilihat sebagai kejahatan besar yang mengancam masa depan bangsa,” ujar Ketua Gerakan Nasional Antinarkoba Sulteng Hardi Yambas di Palu, Sulteng, Senin (11/9).
Tindakan nyata yang dimaksud, kata Hardi, dengan melakukan sosialisasi bahaya narkoba secara masif hingga ke pelosok desa dengan melibatkan sejumlah elemen masyarakat, terutama tokoh agama. Mimbar agama bahkan dapat dipakai untuk sosialisasi ini.
Hardi menyampaikan hal itu menanggapi pengungkapan kasus peredaran narkotika jenis sabu oleh tim Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Parigi Moutong pada Sabtu (9/9) malam. Polisi menangkap dua pengedar sabu di tempat berbeda dengan total sabu seberat 50 gram.
Penyidik terlebih dulu meringkus Bs di Desa Lemo, Kecamatan Ampibabo, Parigi Moutong. Berdasarkan keterangan Bs, polisi lalu menangkap FB di Desa Taliabu, Kecamatan Sausu. Peredaran sabu ternyata dikendalikan oleh FB.
Kepala Kepolisian Resor Parigi Moutong Ajun Komisaris Besar Sirajuddin Ramly mengatakan, kedua pengedar itu beraksi dalam setengah tahun terakhir. Penyidik masih mendalami sumber sabu atau pihak lain yang berhubungan dengan kedua tersangka.
Sebelum kasus di Parigi Moutong, pada April lalu, penyidik Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulteng menangkap pasangan suami istri, Wn dan Mn. Dari rumah mereka ditemukan 27,4 gram sabu dan alat timbang digital. Mereka mengedarkan narkoba selama setahun di desa-desa di perbatasan Kabupaten Donggala dan Tolitoli.
Hardi Yambas mengingatkan, pemerintah daerah harus terlibat aktif dalam perang melawan narkoba. Sejauh ini, pemerintah daerah dinilai tidak memiliki tindakan afirmatif dalam bentuk dukungan anggaran di satuan kerja perangkat daerah. ”Ini memang terkait kemauan politik, mulai dari DPRD hingga pemerintah daerah. Dengan melihat kondisi yang ada, kami mendesak agar pemerintah daerah menyikapi masalah ini dengan kerja aktif,” kata Hardi.
Dari sisi penindakan, lanjut Hardi, penegak hukum tidak boleh kendur mengungkap jaringan pengedar narkoba. Semua pihak yang terlibat, termasuk aparat penegak hukum, harus diseret ke proses hukum.
Narkoba di Sulteng kebanyakan dipasok dari Malaysia lewat Kalimantan. Narkoba diedarkan via jalur laut. Terkait dengan hal itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulteng Ajun Komisaris Besar Hari Suprapto menegaskan, pelabuhan-pelabuhan, baik yang resmi maupun ilegal, dijaga ketat. Ini agar pengedaran narkoba bisa dihentikan lebih awal.
BNNP Sulteng mencatat, pada akhir tahun 2015 jumlah pengguna narkoba di Sulteng mencapai 39.000 orang. Jumlah itu naik dari tahun 2014 yang sebanyak 36.000 pengguna.