Petani Diminta Cegah Alih Fungsi Lahan di Jawa Barat
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendorong setiap desa di pantai utara untuk menghasilkan produk unggulan dari sektor pertanian melalui pemanfaatan dana desa. Sektor ini dinilai mampu mengungkit kesejahteraan masyarakat desa. Namun, lahan pertanian harus tetap dijaga agar tidak tergerus industri dan properti untuk memuluskan keinginan itu.
”Produk unggulan desa di wilayah pantura berasal dari sektor pertanian. Indramayu, misalnya, merupakan kabupaten penghasil beras terbesar di Indonesia dengan 1,7 juta ton gabah setahun,” ujar Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar saat jadi pembicara dalam workshop bertema ”Pengelolaan Keuangan Desa sebagai Strategi Peningkatan Inovasi dan Keunggulan Desa” di Kota Cirebon, Jabar, Selasa (12/9).
Produksi tersebut, kata Deddy, dipastikan semakin bertambah seiring beroperasinya Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang yang memasok air ke 90.000 hektar lahan pertanian. Target itu diyakini terwujud pada 2018. Selain Indramayu, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Karawang juga menjadi lumbung padi nasional.
Deddy mengatakan, hasil panen itu dapat dikelola oleh desa untuk dijadikan produk unggulan, seperti beras atau komoditas pangan lainnya. Jabar memiliki lahan pertanian, baik sawah maupun bukan sawah, seluas 2,7 juta hektar pada 2015.
”Desa mendapatkan kucuran dana desa sekitar Rp 1 miliar. Saat dikelola untuk pengembangan produk unggulan, pasti mampu membangun perekonomian desa,” ujarnya.
Karena itu, Deddy meminta petani untuk mempertahankan lahan pertanian. Saat ini, kata Deddy, pengembangan industri dan properti terus dilakukan di Jabar. ”Jangan sampai, industri dan pembangunan perumahan bertambah, tetapi kita impor beras,” ujarnya.
Tata ruang
Saat ini, sejumlah pembangunan infrastruktur raksasa nasional sedang dilakukan di Jabar. Beberapa di antaranya Bandara Internasional Jabar di Kertajati, Kabupaten Majalengka, dan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang. Sejumlah proyek perumahan juga tengah berjalan di Jabar. Proyek itu diyakini bisa menggenjot perkembangan industri nasional, tetapi dikhawatirkan akan menggusur lahan pertanian.
”Di Karawang, misalnya, ada yang membangun perumahan mewah tetapi belum punya izin. Perumahan ini problem,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jabar tahun 2015, lahan sawah hanya 929.024 hektar. Jumlah ini berkurang dibandingkan dua tahun sebelumnya yang mencapai 939.353 hektar.
Selain meminta petani menjaga lahan pertanian, Deddy mengatakan, Jabar sedang mendata produk unggulan yang dihasilkan oleh desa. Data itu nantinya akan didigitalisasi agar perkembangannya lebih mudah terpantau. ”Jadi, berapa hektar panen beras, misalnya, bisa diketahui setiap hari,” ujarnya.
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Ida Rosnidah mengatakan, kehadiran dana desa seharusnya mempermudah desa untuk mengelola asetnya, seperti lahan pertanian. Selama ini, lahan pertanian di desa biasanya disewakan kepada masyarakat untuk digarap dan menghasilkan komoditas pangan. ”Kami siap mendampingi aparat desa dengan menjadi fasilitator untuk pengelolaan dana desa,” katanya.